Menimbang:
a. bahwa Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman etnik/suku
bangsa dan budaya serta kekayaan di bidang seni dan sastra dengan
pengembangan-pengembangannya yang memerlukan perlindungan Hak Cipta terhadap
kekayaan intelektual yang lahir dari keanekaragaman tersebut;
b.
bahwa
Indonesia telah menjadi anggota berbagai konvensi/perjanjian internasional di
bidang hak kekayaan intelektual pada umumnya dan Hak Cipta pada khususnya yang
memerlukan pengejawantahan lebih lanjut dalam sistem hukum nasionalnya;
c.
bahwa
perkembangan di bidang perdagangan, industri, dan investasi telah sedemikian
pesat sehingga memerlukan peningkatan perlindungan bagi Pencipta dan Pemilik
Hak Terkait dengan tetap memperhatikan kepentingan masyarakat luas;
d.
bahwa
dengan memperhatikan pengalaman dalam melaksanakan Undang-undang Hak Cipta yang
ada, dipandang perlu untuk menetapkan Undang-undang Hak Cipta yang baru
menggantikan Undang -undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana
telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 dan terakhir diubah dengan
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997;
e.
bahwa
berdasarkan pertimbangan seb agaimana tersebut dalam huruf a, huruf b, huruf c,
dan huruf d, dibutuhkan Undang-undang tentang Hak Cipta.
Mengingat:
1.
Pasal
5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 28 C ayat (1), dan Pasal 33 Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.
Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade
Organization (Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), (Lembaran Negara Tahun
1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3564);
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK
INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG HAK CIPTA.
BAB I – KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam
Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Hak Cipta
adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau
memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Pencipta
adalah seorang atau beberapa orang secara bersama -sama yang atas inspirasinya
melahirkan suatu Ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan,
keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan
bersifat pribadi.
3. Ciptaan adalah
hasil setiap karya Pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu
pengetahuan, seni, atau sastra.
4. Pemegang Hak
Cipta adalah Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau pihak yang menerima hak
tersebut dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari
pihak yang menerima hak tersebut.
5. Pengumuman
adalah pem bacaan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran, atau penyebaran
suatu Ciptaan dengan menggunakan alat apa pun, termasuk media internet, atau
melakukan dengan cara apa pun sehingga suatu Ciptaan dapat dibaca, didengar,
atau dilihat orang lain.
6. Perbanyakan
adalah penambahan jumlah sesuatu Ciptaan, baik secara keseluruhan maupun bagian
yang sangat substansial dengan menggunakan bahan-bahan yang sama ataupun tidak
sama, termasuk mengalihwujudkan secara permanen atau temporer.
7. Potret adalah
gambar dari wajah orang yang digambarkan, baik bersama bagian tubuh lainnya
ataupun tidak, yang diciptakan dengan cara dan alat apa pun.
8. Program
Komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode,
skema, ataupun bentuk lain, yang apabila digabun gkan dengan media yang dapat
dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan
fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan
dalam merancang instruksi-instruksi tersebut.
9. Hak Terkait
adalah hak yang berkaitan dengan Hak Cipta, yaitu hak eksklusif bagi Pelaku
untuk memperbanyak atau menyiarkan pertunjukannya; bagi Produser Rekaman Suara
untuk memperbanyak atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman bunyinya,
dan bagi Lembaga Penyiaran untuk membuat, memperbanyak, atau menyiarkan karya
siarannya.
10. Pelaku adalah
aktor, penyanyi, pemusik, penari, atau mereka yang menampilkan, memperagakan,
mempertunjukkan, menyanyikan, menyampaikan, mendeklamasikan, atau memainkan
suatu karya musik, drama, tari, sastra, folklor, atau karya seni lainnya.
11. Produser
Rekaman Suara adalah orang atau badan hukum yang pertama kali merekam dan
memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan perekaman suara atau perekaman
bunyi, baik perekaman dari suatu pertunjukan maupun perek aman suara atau
perekaman bunyi lainnya.
12. Lembaga
Penyiaran adalah organisasi penyelenggara siaran yang berbentuk badan hukum,
yang melakukan penyiaran atas suatu karya siaran dengan menggunakan transmisi
dengan atau tanpa kabel atau melalui sistem elektromagnetik.
13. Permohonan
adalah Permohonan pendaftaran Ciptaan yang diajukan oleh pemohon kepada
Direktorat Jenderal.
14. Lisensi
adalah izin yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemegang Hak Terkait
kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak Ciptaannya atau
produk Hak Terkaitnya dengan persyaratan tertentu.
15. Kuasa adalah
konsultan Hak Kekayaan Intelektual sebagaimana diatur dalam ketentuan
Undang-undang ini.
16. Menteri
adalah Menteri yang membawahkan departemen yang salah satu lingkup tugas dan
tanggung jawabnya meliputi pembinaan di bidang Hak Kekayaan Intelektual,
termasuk Hak Cipta.
17. Direktorat
Jenderal adalah Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang berada di
bawah departemen yang dipimpin oleh Menteri.
BAB II –
LINGKUP HAK CIPTA
Bagian Pertama – Fungsi dan
Sifat Hak Cipta
Pasal 2
(1) Hak Cipta
merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan
atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan
dilahirkan tanpa mengurangi pembata san menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
(2) Pencipta
dan/atau Pemegang Hak Cipta atas karya sinematografi dan Program Komputer
memiliki hak untuk memberikan izin atau melarang orang lain yang tanpa
persetujuannya menyewakan Ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat
komersial.
Pasal 3
(1) Hak Cipta
dianggap sebagai benda bergerak.
(2) Hak Cipta
dapat beralih atau dialihkan, baik seluruhnya maupun sebagian karena:
a. Pewarisan;
b. Hibah;
c. Wasiat;
d. Perjanjian
tertulis; atau
e. Sebab-sebab
lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.
Pasal 4
(1) Hak Cipta
yang dimiliki oleh Pencipta, yang setelah Penciptanya meninggal dunia, menjadi
milik ahli warisnya atau milik penerima wasiat, dan Hak Cipta tersebut tidak
dapat disita, kecuali jika hak itu diperoleh secara melawan hukum.
(2) Hak Cipta
yang tidak atau belum diumumkan yang setelah Penciptanya meninggal dunia,
menjadi milik ahli warisnya atau milik penerima wasiat, dan Hak Cipta tersebut
tidak dapat disita, kecuali jika hak itu diperoleh secara melawan hukum.
Bagian Kedua – Pencipta
Pasal 5
(1) Kecuali
terbukti sebaliknya, yang dianggap sebagai Pencipta adalah:
a. orang yang
namanya terdaftar dalam Daftar Umum Ciptaan pada Direktorat Jenderal; atau
b. orang yang
namanya disebut dalam Ciptaan atau diumumkan sebagai Pencipta pada suatu
Ciptaan.
(2) Kecuali
terbukti sebaliknya, pada ceramah yang tidak menggunakan bahan tertulis dan
tidak ada pemberitahuan siapa Penciptanya, orang yang berceramah dianggap
sebagai Pencipta ceramah tersebut.
Pasal 6
Jika suatu
Ciptaan terdiri atas beberapa bagian tersendiri yang diciptakan oleh dua orang
atau lebih, yang dianggap sebagai Pencipta ialah orang yang memimpin serta
mengawasi penyelesaian seluruh Ciptaan itu, atau dalam hal tidak ada orang
tersebut, yang dianggap sebagai Pencipta adalah orang yang menghimpunnya dengan
tidak mengurangi Hak Cipta masing-masing atas bagian Ciptaannya itu.
Pasal 7
Jika suatu
Ciptaan yang dirancang seseorang diwujudkan dan dikerjakan oleh orang lain di
bawah pimpinan dan pengawasan orang yang merancang, Penciptanya adalah orang
yang merancang Ciptaan itu.
Pasal 8
(1) Jika suatu
Ciptaan dibuat dalam hubungan dinas dengan pihak lain dalam lingkungan
pekerjaannya, Pemegang Hak Cipta adalah pihak yang untuk dan dalam dinasnya
Ciptaan itu dikerjakan, kecuali ada perjanjian lain antara kedua pihak dengan
tidak mengurangi hak Pencipta apabila penggunaan Ciptaan itu diperluas sampai
ke luar hubungan dinas.
(2) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi Ciptaan yang dibuat pihak
lain berdasarkan pesanan yang dilakukan dalam hubungan dinas.
(3) Jika suatu
Ciptaan dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan, pihak yang
membuat karya cipta itu dianggap sebagai Pencipta dan Pemegang Hak Cipta,
kecuali apabila diperjanjikan lain antara kedua pihak.
Pasal 9
Jika suatu badan
hukum mengumumkan bahwa Ciptaan berasal dari padanya dengan tidak menyebut
seseorang sebagai Penciptanya, badan hukum tersebut dianggap sebagai Penciptanya,
kecuali jika terbukti sebaliknya.
Bagian Ketiga – Hak Cipta atas
Ciptaan yang Penciptanya Tidak Diketahui
Pasal 10
(1) Negara
memegang Hak Cipta atas karya peninggalan prasejarah, sejarah, dan benda budaya
nasional lainnya.
(2) Negara
memegang Hak Cipta atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik
bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan
tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya.
(3) Untuk
mengumumkan atau memperbanyak Ciptaan tersebut pada ayat (2), orang yang bukan
warga negara Indonesia harus terlebih dahulu mendapat izin dari instansi yang
terkait dalam masalah tersebut.
(4) Ketentuan
lebih lanjut mengenai Hak Cipta yang dipegang oleh Negara sebagaimana dimaksud
dalam Pasal ini, diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 11
(1) Jika suatu
Ciptaan tidak diketahui Penciptanya dan Ciptaan itu belum diterbitkan, Negara
memegang Hak Cipta atas Ciptaan tersebut untuk kepentingan Penciptanya.
(2) Jika suatu
Ciptaan telah diterbitkan tetapi tidak diketahui Penciptanya atau pada Ciptaan
tersebut hanya tertera nama samaran Penciptanya, penerbit memegang Hak Cipta
atas Ciptaan tersebut untuk kepentingan Penciptanya.
(3) Jika suatu
Ciptaan telah diterbitkan tetapi tidak diketahui Penciptanya dan/atau
penerbitnya, Negara memegang Hak Cipta atas Ciptaan tersebut untuk kepentingan
Penciptanya.
Bagian Keempat – Ciptaan yang
Dilindungi
Pasal 12
(1) Dalam
Undang-undang ini Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang ilmu
pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup:
a. buku, Program
Komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua
hasil karya tulis lain;
b. ceramah,
kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu;
c. alat peraga
yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
d. lagu atau
musik dengan atau tanpa teks;
e. drama atau
drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
f. seni rupa
dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni
pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan;
g. arsitektur;
h. peta;
i. seni batik;
j. fotografi;
k. sinematografi;
l. terjemahan,
tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil
pengalihwujudan.
(2) Ciptaan
sebagaimana dimaksud dalam huruf l dilindungi sebagai Ciptaan tersendiri dengan
tidak mengurangi Hak Cipta atas Ciptaan asli.
(3) Perlindungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), termasuk juga semua Ciptaan
yang tidak atau belum diumumkan, tetapi sudah merupakan suatu bentuk kesatuan
yang nyata, yang memungkinkan Perbanyakan hasil karya itu.
Pasal 13
Tidak ada Hak
Cipta atas:
a. hasil rapat
terbuka lembaga-lembaga Negara;
b. peraturan
perundang-undangan;
c. pidato
kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
d. putusan
pengadilan atau penetapan hakim; atau
e. keputusan
badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya.
Bagian Kelima – Pembatasan Hak
Cipta
Pasal 14
Tidak dianggap
sebagai pelanggaran Hak Cipta:
a. Pengumuman
dan/atau Perbanyakan lambang Negara dan lagu kebangsaan menurut sifatnya yang
asli;
b. Pengumuman
dan/atau Perbanyakan segala sesuatu yang diumumkan dan/atau diperbanyak oleh
atau atas nama Pemerintah, kecuali apabila Hak Cipta itu dinyatakan dilindungi,
baik dengan peraturan perundang-undangan maupun dengan pernyataan pada Ciptaan
itu sendiri atau ketika Ciptaan itu diumumkan dan/atau diperbanyak; atau
c. Pengambilan
berita aktual baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, Lembaga
Penyiaran, dan surat kabar atau sumber sejenis lain, dengan ketentuan sumbernya
harus disebutkan secara lengkap.
Pasal 15
Dengan syarat
bahwa sumbernya harus disebutkan atau dicantumkan, tidak dianggap sebagai
pelanggaran Hak Cipta:
a. penggunaan
Ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya
ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan
tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta;
b. pengambilan
Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan pembelaan
di dalam atau di luar Pengadilan;
c. pengambilan
Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan:
(i) ceramah yang
semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan; atau
(ii) pertunjukan
atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan
kepentingan yang wajar dari Pencipta.
d. Perbanyakan
suatu Ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra dalam huruf braille
guna keperluan para tunanetra, kecuali jika Perbanyakan itu bersifat komersial;
e. Perbanyakan
suatu Ciptaan selain Program Komputer, secara terbatas dengan cara atau alat
apa pun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu
pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi yang nonkomersial
semata-mata untuk keperluan aktivitasnya;
f. perubahan yang
dilakukan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis atas karya arsitektur,
seperti Ciptaan bangunan;
g. pembuatan
salinan cadangan suatu Program Komputer oleh pemilik Program Komputer yang
dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri.
Pasal 16
(1) Untuk
kepentingan pendidikan, ilmu pengetahuan, serta kegiatan penelitian dan
pengembangan, terhadap Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan dan sastra,
Menteri setelah mendengar pertimbangan Dewan Hak Cipta dapat:
a. mewajibkan
Pemegang Hak Cipta untuk melaksanakan sendiri penerjemahan dan/atau Perbanyakan
Ciptaan tersebut di wilayah Negara Republik Indonesia dalam waktu yang
ditentukan;
b. mewajibkan
Pemegang Hak Cipta yang bersangkutan untuk memberikan izin kepada pihak lain
untuk menerjemahkan dan/atau memperbanyak Ciptaan tersebut di wilayah Negara
Republik Indonesia dalam waktu yang ditentukan dalam hal Pemegang Hak Cipta
yang bersangkutan tidak melaksanakan sendiri atau melaksanakan sendiri
kewajiban sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
c. menunjuk pihak
lain untuk melakukan penerjemahan dan/atau Perbanyakan Ciptaan tersebut dalam
hal Pemegang Hak Cipta tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam
huruf b.
(2) Kewajiban
untuk menerjemahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan setelah
lewat jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak diterbitkannya Ciptaan di bidang ilmu
pengetahuan dan sastra selama karya tersebut belum pernah diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia.
(3) Kewajiban
untuk memperbanyak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan setelah lewat
jangka waktu:
a. 3 (tiga) tahun
sejak diterbitkannya buku di bidang matematika dan ilmu pengetahuan alam dan
buku itu belum pernah diperbanyak di wilayah Negara Republik Indonesia;
b. 5 (lima) tahun
sejak diterbitkannya buku di bidang ilmu sosial dan buku itu belum pernah
diperbanyak di wilayah Negara Republik Indonesia;
c. 7 (tujuh)
tahun sejak diumumkannya buku di bidang seni dan sastra dan buku itu belum
pernah diperbanyak di wilayah Negara Republik Indonesia.
(4) Penerjemahan
atau Perbanyakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat digunakan untuk
pemakaian di dalam wilayah Negara Republik Indonesia dan tidak untuk diekspor
ke wilayah Negara lain.
(5) Pelaksanaan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) huruf b dan huruf c disertai
pemberian imbalan yang besarnya ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
(6) Ketentuan
tentang tata cara pengajuan Permohonan untuk menerjemahkan dan/atau
memperbanyak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat
(4) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
Pasal 17
Pemerintah
melarang Pengumuman setiap Ciptaan yang bertentangan dengan kebijaksanaan
Pemerintah di bidang agama, pertahanan dan keamanan Negara, kesusilaan, serta
ketertiban umum setelah mendengar pertimbangan Dewan Hak Cipta.
Pasal 18
(1) Pengumuman
suatu Ciptaan yang diselenggarakan oleh Pemerintah untuk kepentingan nasional
melalui radio, televisi dan/atau sarana lain dapat dilakukan dengan tidak
meminta izin kepada Pemegang Hak Cipta dengan ketentuan tidak merugikan
kepentingan yang wajar dari Pemegang Hak Cipta, dan kepada Pemegang Hak Cipta
diberikan imbalan yang layak.
(2) Lembaga
Penyiaran yang mengumumkan Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang
mengabadikan Ciptaan itu semata-mata untuk Lembaga Penyiaran itu sendiri dengan
ketentuan bahwa untuk penyiaran selanjutnya, Lembaga Penyiaran tersebut harus
memberikan imbalan yang layak kepada Pemegang Hak Cipta yang bersangkutan.
Bagian Keenam – Hak Cipta atas
Potret
Pasal 19
(1) Untuk
memperbanyak atau mengumumkan Ciptaannya, Pemegang Hak Cipta atas Potret
seseorang harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari orang yang dipotret, atau
izin ahli warisnya dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun setelah orang yang
dipotret meninggal dunia.
(2) Jika suatu
Potret memuat gambar 2 (dua) orang atau lebih, untuk Perbanyakan atau
Pengumuman setiap orang yang dipotret, apabila Pengumuman atau Perbanyakan itu
memuat juga orang lain dalam potret itu, Pemegang Hak Cipta harus terlebih
dahulu mendapatkan izin dari setiap orang dalam Potret itu, atau izin ahli
waris masing-masing dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun setelah yang dipotret
meninggal dunia.
(3) Ketentuan
dalam pasal ini hanya berlaku terhadap Potret yang dibuat:
a. atas
permintaan sendiri dari orang yang dipotret;
b. atas
permintaan yang dilakukan atas nama orang yang dipotret; atau
c. untuk
kepentingan orang yang dipotret.
Pasal 20
Pemegang Hak
Cipta atas Potret tidak boleh mengumumkan potret yang dibuat:
a. tanpa
persetujuan dari orang yang dipotret;
b. tanpa
persetujuan orang lain atas nama yang dipotret; atau
c. tidak untuk
kepentingan yang dipotret, apabila Pengumuman itu bertentangan dengan
kepentingan yang wajar dari orang yang dipotret, atau dari salah seorang ahli
warisnya apabila orang yang dipotret sudah meninggal dunia.
Pasal 21
Tidak dianggap
sebagai pelanggaran Hak Cipta, pemotretan untuk diumumkan atas seorang Pelaku
atau lebih dalam suatu pertunjukan umum walaupun yang bersifat komersial,
kecuali dinyatakan lain oleh orang yang berkepentingan.
Pasal 22
Untuk kepentingan
keamanan umum dan/atau untuk keperluan proses peradilan pidana, Potret
seseorang dalam keadaan bagaimanapun juga dapat diperbanyak dan diumumkan oleh
instansi yang berwenang.
Pasal 23
Kecuali terdapat
persetujuan lain antara Pemegang Hak Cipta dan pemilik Ciptaan fotografi, seni
lukis, gambar, arsitektur, seni pahat dan/atau hasil seni lain, pemilik berhak
tanpa persetujuan Pemegang Hak Cipta untuk mempertunjukkan Ciptaan di dalam
suatu pameran untuk umum atau memperbanyaknya dalam satu katalog tanpa
mengurangi ketentuan Pasal 19 dan Pasal 20 apabila hasil karya seni tersebut
berupa Potret.
Bagian Ketujuh – Hak Moral
Pasal 24
(1) Pencipta atau
ahli warisnya berhak menuntut Pemegang Hak Cipta supaya nama Pencipta tetap
dicantumkan dalam Ciptaannya.
(2) Suatu Ciptaan
tidak boleh diubah walaupun Hak Ciptanya telah diserahkan kepada pihak lain,
kecuali dengan persetujuan Pencipta atau dengan persetujuan ahli warisnya dalam
hal Pencipta telah meninggal dunia.
(3) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku juga terhadap perubahan judul dan
anak judul Ciptaan, pencantuman dan perubahan nama atau nama samaran Pencipta.
(4) Pencipta
tetap berhak mengadakan perubahan pada Ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam
masyarakat.
Pasal 25
(1) Informasi elektronik
tentang informasi manajemen hak Pencipta tidak boleh ditiadakan atau diubah.
(2) Ketentuan
lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 26
(1) Hak Cipta
atas suatu Ciptaan tetap berada di tangan Pencipta selama kepada pembeli
Ciptaan itu tidak diserahkan seluruh Hak Cipta dari Pencipta itu.
(2) Hak Cipta
yang dijual untuk seluruh atau sebagian tidak dapat dijual untuk kedua kalinya
oleh penjual yang sama.
(3) Dalam hal
timbul sengketa antara beberapa pembeli Hak Cipta yang sama atas suatu Ciptaan,
perlindungan diberikan kepada pembeli yang lebih dahulu memperoleh Hak Cipta
itu.
Bagian Kedelapan – Sarana Kontrol
Teknologi
Pasal 27
Kecuali atas izin
Pencipta, sarana kontrol teknologi sebagai pengaman hak Pencipta tidak
diperbolehkan dirusak, ditiadakan, atau dibuat tidak berfungsi.
Pasal 28
(1)
Ciptaan-ciptaan yang menggunakan sarana produksi berteknologi tinggi, khususnya
di bidang cakram optik (optical disc), wajib memenuhi semua peraturan perizinan
dan persyaratan produksi yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang.
(2) Ketentuan
lebih lanjut mengenai sarana produksi berteknologi tinggi yang memproduksi
cakram optik sebagaimana diatur pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB III – MASA BERLAKU HAK CIPTA
Pasal 29
(1) Hak Cipta
atas Ciptaan:
a. buku, pamflet,
dan semua hasil karya tulis lain;
b. drama atau
drama musikal, tari, koreografi;
c. segala bentuk
seni rupa, seperti seni lukis, seni pahat, dan seni patung;
d. seni batik;
e. lagu atau musik
dengan atau tanpa teks;
f. arsitektur;
g. ceramah,
kuliah, pidato dan Ciptaan sejenis lain;
h. alat peraga;
i. peta;
j. terjemahan,
tafsir, saduran, dan bunga rampai berlaku selama hidup Pencipta dan terus
berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia.
(2) Untuk Ciptaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dimiliki oleh 2 (dua) orang atau lebih,
Hak Cipta berlaku selama hidup Pencipta yang meninggal dunia paling akhir dan
berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun sesudahnya.
Pasal 30
(1) Hak Cipta
atas Ciptaan:
a. Program
Komputer;
b. sinematografi;
c. fotografi;
d. database; dan
e. karya hasil
pengalihwujudan, berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali
diumumkan.
(2) Hak Cipta
atas perwajahan karya tulis yang diterbitkan berlaku selama 50 (lima puluh)
tahun sejak pertama kali diterbitkan.
(3) Hak Cipta
atas Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) pasal ini serta
Pasal 29 ayat (1) yang dimiliki atau dipegang oleh suatu badan hukum berlaku
selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan.
Pasal 31
(1) Hak Cipta
atas Ciptaan yang dipegang atau dilaksanakan oleh Negara berdasarkan:
a. Pasal 10 ayat
(2) berlaku tanpa batas waktu;
b. Pasal 11 ayat
(1) dan ayat (3) berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak Ciptaan tersebut
pertama kali diketahui umum.
(2) Hak Cipta
atas Ciptaan yang dilaksanakan oleh penerbit berdasarkan Pasal 11 ayat (2)
berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak Ciptaan tersebut pertama kali
diterbitkan.
Pasal 32
(1) Jangka waktu
berlakunya Hak Cipta atas Ciptaan yang diumumkan bagian demi bagian dihitung
mulai tanggal Pengumuman bagian yang terakhir.
(2) Dalam
menentukan jangka waktu berlakunya Hak Cipta atas Ciptaan yang terdiri atas 2
(dua) jilid atau lebih, demikian pula ikhtisar dan berita yang diumumkan secara
berkala dan tidak bersamaan waktunya, setiap jilid atau ikhtisar dan berita itu
masing-masing dianggap sebagai Ciptaan tersendiri.
Pasal 33
Jangka waktu
perlindungan bagi hak Pencipta sebagaimana dimaksud dalam:
a. Pasal 24 ayat
(1) berlaku tanpa batas waktu;
b. Pasal 24 ayat
(2) dan ayat (3) berlaku selama berlangsungnya jangka waktu Hak Cipta atas
Ciptaan yang bersangkutan, kecuali untuk pencantuman dan perubahan nama atau
nama samaran Penciptanya.
Pasal 34
Tanpa mengurangi
hak Pencipta atas jangka waktu perlindungan Hak Cipta yang dihitung sejak
lahirnya suatu Ciptaan, penghitungan jangka waktu perlindungan bagi Ciptaan
yang dilindungi:
a. selama 50
(lima puluh) tahun;
b. selama hidup
Pencipta dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah Pencipta
meninggal dunia dimulai sejak 1 Januari untuk tahun berikutnya setelah Ciptaan
tersebut diumumkan, diketahui oleh umum, diterbitkan, atau setelah Pencipta
meninggal dunia.
BAB IV –
PENDAFTARAN CIPTAAN
Pasal 35
(1) Direktorat
Jenderal menyelenggarakan pendaftaran Ciptaan dan dicatat dalam Daftar Umum
Ciptaan.
(2) Daftar Umum
Ciptaan tersebut dapat dilihat oleh setiap orang tanpa dikenai biaya.
(3) Setiap orang
dapat memperoleh untuk dirinya sendiri suatu petikan dari Daftar Umum Ciptaan
tersebut dengan dikenai biaya.
(4) Ketentuan
tentang pendaftar an sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak merupakan
kewajiban untuk mendapatkan Hak Cipta.
Pasal 36
Pendaftaran
Ciptaan dalam Daftar Umum Ciptaan tidak mengandung arti sebagai pengesahan atas
isi, arti, maksud, atau bentuk dari Ciptaan yang didaftar.
Pasal 37
(1) Pendaftaran
Ciptaan dalam Daftar Umum Ciptaan dilakukan atas Permohonan yang diajukan oleh
Pencipta atau oleh Pemegang Hak Cipta atau Kuasa.
(2) Permohonan diajukan
kepada Direktorat Jenderal dengan surat rangkap 2 (dua) yang ditulis dalam
bahasa Indonesia dan disertai contoh Ciptaan atau penggantinya dengan dikenai
biaya.
(3) Terhadap
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Jenderal akan memberikan
keputusan paling lama 9 (sembilan) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya
Permohonan secara lengkap.
(4) Kuasa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah konsultan yang terdaftar pada
Direktorat Jenderal.
(5) Ketentuan
mengenai syarat-syarat dan tata cara untuk dapat diangkat dan terdaftar sebagai
konsultan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Pemerintah.
(6) Ketentuan
lebih lanjut tentang syarat dan tata cara Permohonan ditetapkan dengan
Keputusan Presiden.
Pasal 38
Dalam hal
Permohonan diajukan oleh lebih dari seorang atau suatu badan hukum yang secara
bersama-sama berhak atas suatu Ciptaan, Permohonan tersebut dilampiri salinan
resmi akta atau keterangan tertulis yang membuktikan hak tersebut.
Pasal 39
Dalam Daftar Umum
Ciptaan dimuat, antara lain:
a. nama Pencipta
dan Pemegang Hak Cipta;
b. tanggal
penerimaan surat Permohonan;
c. tanggal
lengkapnya persyaratan menurut Pasal 37; dan
d. nomor
pendaftaran Ciptaan.
Pasal 40
(1) Pendaftaran
Ciptaan dianggap telah dilakukan pada saat diterimanya Permohonan oleh
Direktorat Jenderal dengan lengkap menurut Pasal 37, atau pada saat diterimanya
Permohonan dengan lengkap menurut Pasal 37 dan Pasal 38 jika Permohonan
diajukan oleh lebih dari seorang atau satu badan hukum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 38.
(2) Pendaftaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan dalam Berita Resmi Ciptaan oleh
Direktorat Jenderal.
Pasal 41
(1) Pemindahan
hak atas pendaftaran Ciptaan, yang terdaftar menurut Pasal 39 yang terdaftar
dalam satu nomor, hanya diperkenankan jika seluruh Ciptaan yang terdaftar itu
dipindahkan haknya kepada penerima hak.
(2) Pemindahan
hak tersebut dicatat dalam Daftar Umum Ciptaan atas permohonan tertulis dari
kedua belah pihak atau dari penerima hak dengan dikenai biaya.
(3) Pencatatan
pemindahan hak tersebut diumumkan dalam Berita Resmi Ciptaan oleh Direktorat
Jenderal.
Pasal 42
Dalam hal Ciptaan
didaftar menurut Pasal 37 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 39, pihak lain yang
menurut Pasal 2 berhak atas Hak Cipta dapat mengajukan gugatan pembatalan
melalui Pengadilan Niaga.
Pasal 43
(1) Perubahan
nama dan/atau perubahan alamat orang atau badan hukum yang namanya tercatat
dalam Daftar Umum Ciptaan sebagai Pencipta atau Pemegang Hak Cipta, dicatat
dalam Daftar Umum Ciptaan atas permintaan tertulis Pencipta atau Pemegang Hak
Cipta yang mempunyai nama dan alamat itu dengan dikenai biaya.
(2) Perubahan
nama dan/atau perubahan alamat tersebut diumumkan dalam Berita Resmi Ciptaan
oleh Direktorat Jenderal.
Pasal 44
Kekuatan hukum
dari suatu pendaftaran Ciptaan hapus karena:
a. penghapusan
atas permohonan orang atau badan hukum yang namanya tercatat sebagai Pencipta
atau Pemegang Hak Cipta;
b. lampau waktu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 30, dan Pasal 31 dengan mengingat
Pasal 32;
c. dinyatakan
batal oleh putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
BAB V – LISENSI
Pasal 45
(1) Pemegang Hak
Cipta berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain berdasarkan surat perjanjian
lisensi untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
(2) Kecuali
diperjanjikan lain, lingkup Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
semua perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 berlangsung selama jangka
waktu Lisensi diberikan dan berlaku untuk seluruh wilayah Negara Republik
Indonesia.
(3) Kecuali
diperjanjikan lain, pelaksanaan perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) disertai dengan kewajiban pemberian royalti kepada Pemegang Hak
Cipta oleh penerima Lisensi.
(4) Jumlah
royalti yang wajib dibayarkan kepada Pemegang Hak Cipta oleh penerima Lisensi
adalah berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dengan berpedoman kepada
kesepakatan organisasi profesi.
Pasal 46
Kecuali
diperjanjikan lain, Pemegang Hak Cipta tetap boleh melaksanakan sendiri atau
memberikan Lisensi kepada pihak ketiga untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2.
Pasal 47
(1) Perjanjian
Lisensi dilarang memuat ketentuan yang dapat menimbulkan akibat yang merugikan
perekonomian Indonesia atau memuat ketentuan yang mengakibatkan persaingan
usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
(2) Agar dapat
mem punyai akibat hukum terhadap pihak ketiga, perjanjian Lisensi wajib
dicatatkan di Direktorat Jenderal.
(3) Direktorat
Jenderal wajib menolak pencatatan perjanjian Lisensi yang memuat ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Ketentuan
lebih lanjut mengenai pencatatan perjanjian Lisensi diatur dengan Keputusan
Presiden.
BAB VI –
DEWAN HAK CIPTA
Pasal 48
(1) Untuk
membantu Pemerintah dalam memberikan penyuluhan dan pembimbingan serta
pembinaan Hak Cipta, dibentuk Dewan Hak Cipta.
(2) Keanggotaan
Dewan Hak Cipta terdiri atas wakil pemerintah, wakil organisasi profesi, dan
anggota masyarakat yang memiliki kompetensi di bidang Hak Cipta, yang diangkat
dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri.
(3) Ketentuan
lebih lanjut mengenai tugas, fungsi, susunan, tata kerja, pembiayaan, masa
bakti Dewan Hak Cipta ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(4) Biaya untuk
Dewan Hak Cipta sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibebankan kepada anggaran
belanja departemen yang melakukan pembinaan di bidang Hak Kekayaan Intelektual.
BAB VII
– HAK TERKAIT
Pasal 49
(1) Pelaku
memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang
tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak, atau menyiarkan rekaman suara
dan/atau gambar pertunjukannya.
(2) Produser
Rekaman Suara memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak
lain yang tanpa persetujuannya memperbanyak dan/atau menyewakan Karya Rekaman
suara atau rekaman bunyi.
(3) Lembaga
Penyiaran memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain
yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak, dan/atau menyiarkan ulang
karya siarannya melalui transmisi dengan atau tanpa kabel, atau melalui sistem
elektromagnetik lain.
Pasal 50
(1) Jangka waktu
perlindungan bagi:
a. Pelaku,
berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak karya tersebut pertama kali
dipertunjukkan atau dimasukkan ke dalam media audio atau media audiovisual;
b. Produser
Rekaman Suara, berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak karya tersebut
selesai direkam;
c. Lembaga
Penyiaran, berlaku selama 20 (dua puluh) tahun sejak karya siaran tersebut
pertama kali disiarkan.
(2) Penghitungan
jangka waktu perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai sejak
tanggal 1 Januari tahun berikutnya setelah:
a. karya
pertunjukan selesai dipertunjukkan atau dimasukkan ke dalam media audio atau
media audiovisual;
b. karya rekaman
suara selesai direkam;
c. karya siaran
selesai disiarkan untuk pertama kali.
Pasal 51
Ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal
8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 14 huruf b dan huruf c, Pasal 15, Pasal
17, Pasal 18, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 35, Pasal
36, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39, Pasal 40, Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal
44, Pasal 45, Pasal 46, Pasal 47, Pasal 48 , Pasal 52, Pasal 53, Pasal 54,
Pasal 55, Pasal 56, Pasal 57, Pasal 58, Pasal 59, Pasal 60, Pasal 61, Pasal 62,
Pasal 63, Pasal 64, Pasal 65, Pasal 66, Pasal 68, Pasal 69, Pasal 70, Pasal 71,
Pasal 74, Pasal 75, Pasal 76, Pasal 77 berlaku mutatis mutandis terhadap Hak
Terkait.
BAB VIII
– PENGELOLAAN HAK CIPTA
Pasal 52
Penyelenggaraan
administrasi Hak Cipta sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini dilaksanakan
oleh Direktorat Jenderal.
Pasal 53
Direktorat
Jenderal menyelenggarakan sistem jaringan dokumentasi dan informasi Hak Cipta
yang bersifat nasional, yang mampu menyediakan informasi tentang Hak Cipta
seluas mungkin kepada masyarakat.
BAB IX –
BIAYA
Pasal 54
(1) Untuk setiap
pengajuan Permohonan, permintaan petikan Daftar Umum Ciptaan, pencatatan
pengalihan Hak Cipta, pencatatan perubahan nama dan/atau alamat, pencatatan
perjanjian Lisensi, pencatatan Lisensi wajib, serta lain-lain yang ditentukan
dalam Undang- undang ini dikenai biaya yang besarnya ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
(2) Ketentuan
lebih lanjut mengenai persyaratan, jangka waktu, dan tata cara pembayaran biaya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Keputusan Presiden.
(3) Direktorat
Jenderal dengan persetujuan Menteri dan Menteri Keuangan dapat menggunakan
penerimaan yang berasal dari biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.
BAB X – PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 55
Penyerahan Hak
Cipta atas seluruh Ciptaan kepada pihak lain tidak mengurangi hak Pencipta atau
ahli warisnya untuk menggugat yang tanpa persetujuannya:
a. meniadakan
nama Pencipta yang tercantum pada Ciptaan itu;
b. mencantumkan
nama Pencipta pada Ciptaannya;
c. mengganti atau
mengubah judul Ciptaan; atau
d. mengubah isi
Ciptaan.
Pasal 56
(1) Pemegang Hak
Cipta berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga atas pelanggaran
Hak Ciptaannya dan meminta penyitaan terhadap benda yang diumumkan atau hasil
Perbanyakan Ciptaan itu.
(2) Pemegang Hak
Cipta juga berhak memohon kepada Pengadilan Niaga agar memerintahkan penyerahan
seluruh atau sebagian penghasilan yang diperoleh dari penyelenggaraan ceramah,
pertemuan ilmiah, pertunjukan atau pameran karya, yang merupakan hasil
pelanggaran Hak Cipta.
(3) Sebelum
menjatuhkan putusan akhir dan untuk mencegah kerugian yan g lebih besar pada
pihak yang haknya dilanggar, hakim dapat memerintahkan pelanggar untuk
menghentikan kegiatan Pengumuman dan/atau Perbanyakan Ciptaan atau barang yang
merupakan hasil pelanggaran Hak Cipta.
Pasal 57
Hak dari Pemegang
Hak Cipta sebagai mana dimaksud dalam Pasal 56 tidak berlaku terhadap Ciptaan
yang berada pada pihak yang dengan itikad baik memperoleh Ciptaan tersebut
semata-mata untuk keperluan sendiri dan tidak digunakan untuk suatu kegiatan
komersial dan/atau kepentingan yang berkaitan dengan kegiatan komersial.
Pasal 58
Pencipta atau
ahli waris suatu Ciptaan dapat mengajukan gugatan ganti rugi atas pelanggaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24.
Pasal 59
Gugatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, Pasal 56, dan Pasal 58 wajib diputus dalam
tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak gugatan didaftarkan di
Pengadilan Niaga yang bersangkutan.
Pasal 60
(1) Gugatan atas
pelanggaran Hak Cipta diajukan kepada Ketua Pengadilan Niaga.
(2) Panitera
mendaftarkan gugatan tersebut pada ayat (1) pada tanggal gugatan diajukan dan
kepada penggugat diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani oleh
pejabat yang berwenang dengan tanggal yang sama dengan tanggal pendaftaran.
(3) Panitera
menyampaikan gugatan kepada Ketua Pengadilan Ni aga paling lama 2 (dua) hari
terhitung setelah gugatan didaftarkan.
(4) Dalam jangka
waktu paling lama 3 (tiga) hari setelah gugatan didaftarkan, Pengadilan Niaga
mempelajari gugatan dan menetapkan hari sidang.
(5) Sidang
pemeriksaan atas gugatan dimulai dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh)
hari setelah gugatan didaftarkan.
Pasal 61
(1) Pemanggilan
para pihak dilakukan oleh juru sita paling lama 7 (tujuh) hari setelah gugatan
didaftarkan.
(2) Putusan atas
gugatan harus diucapkan paling lama 90 (sembilan puluh) hari setelah gugatan
didaftarkan dan dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari atas
persetujuan Ketua Mahkamah Agung.
(3) Putusan atas
gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang memuat secara lengkap
pertimbangan hukum yang mendasari putusa n tersebut harus diucapkan dalam
sidang terbuka untuk umum dan apabila diminta dapat dijalankan terlebih dahulu
meskipun terhadap putusan tersebut diajukan suatu upaya hukum.
(4) Isi putusan
Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib disampaikan oleh juru
sita kepada para pihak paling lama 14 (empat belas) hari setelah putusan atas
gugatan diucapkan.
Pasal 62
(1) Terhadap
putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (4) hanya
dapat diajukan kasasi.
(2) Permohonan
kasasi sebagaima na dimaksud pada ayat (1) diajukan paling lama 14 (empat
belas) hari setelah tanggal putusan yang dimohonkan kasasi diucapkan atau
diberitahukan kepada para pihak dengan mendaftarkan kepada Pengadilan yang
telah memutus gugatan tersebut.
(3) Panitera
mendaftar permohonan kasasi pada tanggal permohonan yang bersangkutan diajukan
dan kepada pemohon kasasi diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani
oleh panitera dengan tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan pendaftaran.
Pasal 63
(1) Pemohon
kasasi wa jib menyampaikan memori kasasi kepada panitera dalam waktu 14 (empat
belas) hari sejak tanggal permohonan kasasi didaftarkan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 62 ayat (2).
(2) Panitera
wajib mengirimkan permohonan kasasi dan memori kasasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) kepada pihak termohon kasasi paling lama 7 (tujuh) hari setelah memori
kasasi diterima oleh panitera.
(3) Termohon
kasasi dapat mengajukan kontra memori kasasi kepada panitera paling lama 14
(empat belas) hari setelah tanggal termohon kasasi menerima memori kasasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan panitera wajib menyampaikan kontra
memori kasasi kepada pemohon kasasi paling lama 7 (tujuh) hari setelah kontra
memori kasasi diterima oleh panitera.
(4) Panitera
wajib mengirimkan berkas perkara kasasi yang bersangkutan kepada Mahkamah Agung
paling lama 14 (empat belas) hari setelah lewat jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (3).
Pasal 64
(1) Mahkamah
Agung wajib mempelajari berkas perkara kasasi dan menetapkan hari sidang paling
lama 7 (tujuh) hari setelah permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung.
(2) Sidang
pemeriksaan atas permohonan kasasi mulai dilakukan paling lama 60 (enam puluh)
hari setelah permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung.
(3) Putusan atas
permohonan kasasi harus diucapkan paling lama 90 (sembilan puluh) hari setelah
permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung.
(4) Putusan atas
permohonan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang memuat secara lengkap
pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut harus diucapkan dalam sidang
yang terbuka untuk umum.
(5) Panitera
Mahkamah Agung wajib menyampaikan salinan putusan kasasi kepada panitera paling
lama 7 (tujuh) hari setelah putusan atas permohonan kasasi diucapkan.
(6) Juru sita
wajib menyampaikan salinan putusan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
kepada pemohon kasasi dan termohon kasasi paling lama 7 (tujuh) hari setelah
putusan kasasi diterima oleh panitera.
Pasal 65
Selain
penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dan Pasal 56, para
pihak dapat menyelesaikan perselisihan tersebut melalui arbitrase atau
alternatif penyelesaian sengketa.
Pasal 66
Hak untuk
mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, Pasal 56, dan Pasal 65
tidak mengurangi hak Negara untuk melakukan tuntutan pidana terhadap
pelanggaran Hak Cipta.
BAB XI –
PENETAPAN SEMENTARA
PENGADILAN
Pasal 67
Atas permintaan
pihak yang merasa dirugikan, Pengadilan Niaga dapat menerbitkan surat penetapan
dengan segera dan efektif untuk:
a. mencegah
berlanjutnya pelanggaran Hak Cipta, khususnya mencegah masuknya barang yang
diduga melanggar Hak Cipta atau Hak Terkait ke dalam jalur perdagangan,
termasuk tindakan importasi;
b. menyimpan
bukti yang berkaitan dengan pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait tersebut
guna menghindari terjadinya penghilangan barang bukti;
c. meminta kepada
pihak yang merasa dirugikan, untuk memberikan bukti yang menyatakan bahwa pihak
tersebut memang berhak atas Hak Cipta atau Hak Terkait, dan hak Pemohon
tersebut memang sedang dilanggar.
Pasal 68
Dalam hal
penetapan s ementara pengadilan tersebut telah dilakukan, para pihak harus
segera diberitahukan mengenai hal itu, termasuk hak untuk didengar bagi pihak
yang dikenai penetapan sementara tersebut.
Pasal 69
(1) Dalam hal
hakim Pengadilan Niaga telah menerbitkan penetapan sementara pengadilan, hakim
Pengadilan Niaga harus memutuskan apakah mengubah, membatalkan, atau menguatkan
penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf a dan huruf b dalam waktu
paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak dikeluarkannya penetapan sementara pengadilan
tersebut.
(2) Apabila dalam
jangka waktu 30 (tiga puluh) hari hakim tidak melaksanakan ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penetapan sementara pengadilan tidak
mempunyai kekuatan hukum.
Pasal 70
Dalam hal
penetapan sementara dibatalkan, pihak yang merasa dirugikan dapat menuntut
ganti rugi kepada pihak yang meminta penetapan sementara atas segala kerugian
yang ditimbulkan oleh penetapan sementara tersebut.
BAB XII
– PENYIDIKAN
Pasal 71
(1) Selain
Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil
tertentu di lingkungan departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya
meliputi pembinaan Hak Kekayaan Intelektual diberi wewenang khusus sebagai
Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Hak
Cipta.
(2) Penyidik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
a. melakukan
pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak
pidana di bidang Hak Cipta;
b. melakukan
pemeriksaan terhadap pihak atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana
di bidang Hak Cipta;
c. meminta
keterangan dari pihak atau badan hukum sehubungan dengan tindak pidana di
bidang Hak Cipta;
d. melakukan
pemeriksaan atas pembukuan , pencatatan, dan dokumen lain berkenaan dengan
tindak pidana di bidang Hak Cipta;
e. melakukan
pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat barang bukti pembukuan,
pencatatan, dan dokumen lain;
f. melakukan
penyitaan bersama-sama dengan pihak Kepolisian terhadap bahan dan barang hasil
pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang
Hak Cipta; dan
g. meminta
bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang
Hak Cipta.
(3) Penyidik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan
menyampaikan hasil penyidikannya kepada penyidik pejabat polisi negara Republik
Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1981 tentang Hukum Acara Pidana.
BAB XIII
– KETENTUAN PIDANA
Pasal 72
(1) Barangsiapa
dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling
sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7
(tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah).
(2) Barangsiapa
dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum
suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).
(3) Barangsiapa
dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan
komersial suatu Program Komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).
(4) Barangsiapa
dengan sengaja melanggar Pasal 17 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
(5) Barangsiapa
dengan sengaja melanggar Pasal 19, Pasal 20, atau Pasal 49 aya t (3) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
(6) Barangsiapa
dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 24 atau Pasal 55 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
(7) Barangsiapa
dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 25 dipidana dengan pidana penjara
paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00
(seratus lima puluh juta rupiah).
(8) Barangsiapa
dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 27 dipidana dengan pidana penjara
paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00
(seratus lima puluh juta rupiah).
(9) Barangsiapa
dengan sengaja melanggar Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.500.000.000,00 (satu miliar lima
ratus juta rupiah).
Pasal 73
(1) Ciptaan atau
barang yang merupakan hasil tindak pidana Hak Cipta atau Hak Terkait serta
alat-alat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut dirampas oleh
Negara untuk dimusnahkan.
(2) Ciptaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bidang seni dan bersifat unik, dapat
dipertimbangkan untuk tidak dimusnahkan.
BAB XIV
– KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 74
Dengan berlakunya
Undang-undang ini segala peraturan perundang-undangan di bidang Hak Cipta yang
telah ada pada tanggal berlakunya Undang-undang ini, tetap berlaku selama tidak
bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Undang-undang ini.
Pasal 75
Terhadap Surat
Pendaftaran Ciptaan yang telah dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal berdasarkan
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana diubah dengan
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 dan terakhir diubah dengan Undang-undang Nomor
12 Tahun 1997 yang masih berlaku pada saat diundangkannya undang-undang ini,
dinyatakan tetap berlaku untuk selama sisa jangka waktu perlindungannya.
BAB XV –
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 76
Undang-undang ini
berlaku terhadap:
a. semua Ciptaan
warga negara, penduduk, dan badan hukum Indonesia;
b. semua Ciptaan
bukan warga negara Indonesia, bukan penduduk Indonesia, dan bukan badan hukum
Indonesia yang diumumkan untuk pertama kali di Indonesia;
c. semua Ciptaan
bukan warga negara Indonesia, bukan penduduk Indonesia, dan bukan badan hukum
Indonesia, dengan ketentuan:
(i) negaranya
mempunyai perjanjian bilateral mengenai perlindungan Hak Cipta dengan Negara
Republik Indonesia; atau
(ii) negaranya
dan Negara Republik Indonesia merupakan pihak atau peserta dalam perjanjian
multilateral yang sama mengenai perlindungan Hak Cipta.
Pasal 77
Dengan berlakunya
undang-undang ini, Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta
sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 dan terakhir diubah
dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 78
Undang-undang ini
mulai berlaku 12 (dua belas) bulan sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan
di Jakarta
pada
tanggal 29 Juli 2002
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
MEGAWATI
SOEKARNOPUTRI
Diundangkan
di Jakarta
pada
tanggal 29 Juli 2002
SEKRETARIS
NEGARA
REPUBLIK
INDONESIA
BAMBANG
KESOWO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2002
NOMOR 85
PENJELASAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR 19 TAHUN 2002
TENTANG
HAK CIPTA
I. UMUM
Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki keanekaragaman seni dan budaya
yang sangat kaya. Hal itu sejalan dengan keanekaragaman etnik, suku bangsa, dan
agama yang secara keseluruhan merupakan potensi nasional yang perlu dilindungi.
Kekayaan seni dan budaya itu merupakan salah satu sumber dari karya intelektual
yang dapat dan perlu dilindungi oleh undang-undang. Kekayaan itu tidak
semata-mata untuk seni dan budaya itu sendiri, tetapi dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan kemampuan di bidang perdagangan dan industri yang melibatkan para
Penciptanya. Dengan demikian, kekayaan seni dan budaya yang dilindungi itu
dapat meningkatkan kesejahteraan tidak hanya bagi para Penciptanya saja, tetapi
juga bagi bangsa dan negara.
Indonesia telah ikut serta dalam pergaulan masyarakat dunia dengan menjadi
anggota dalam Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan
Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) yang mencakup pula Agreement on Trade
Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan tentang
Aspek-aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual), selanjutnya disebut TRIPs,
melalui Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994.
Selain itu, Indonesia juga meratifikasi Berne Convention for the Protection
of Artistic and Literary Works (Konvensi Berne tentang Perlindungan Karya Seni
dan Sastra) melalui Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 dan World
Intellectual Property Organization Copyrights Treaty (Perjanjian Hak Cipta
WIPO), selanjutnya disebut WCT, melalui Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997.
Saat ini Indonesia telah memiliki Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang
Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 dan
terakhir diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 yang selanjutnya
disebut Undang-undang Hak Cipta. Walaupun perubahan itu telah memuat beberapa
penyesuaian pasal yang sesuai dengan TRIPs, namun masih terdapat beberapa hal
yang perlu disempurnakan untuk memberi perlindungan bagi karya-karya
intelektual di bidang Hak Cipta, termasuk upaya untuk memajukan perkembangan
karya intelektual yang berasal dari keanekaragaman seni dan budaya tersebut di
atas. Dari beberapa konvensi di bidang Hak Kekayaan Intelektual yang disebut di
atas, masih terdapat beberapa ketentuan yang sudah sepatutnya dimanfaatkan.
Selain itu, kita perlu menegaskan dan memilah kedudukan Hak Cipta di satu pihak
dan Hak Terkait di lain pihak dalam rangka memberikan perlindungan bagi karya
intelektual yang bersangkutan secara lebih jelas.
Dengan memperhatikan hal-hal di atas dipandang perlu untuk mengganti
Undang-undang Hak Cipta dengan yang baru. Hal itu disadari karena kekayaan seni
dan budaya, serta pengembangan kemampuan intelektual masyarakat Indonesia
memerlukan perlindungan hukum yang memadai agar terdapat iklim persaingan usaha
yang sehat yang diperlukan dalam melaksanakan pembangunan nasional.
Hak Cipta terdiri atas hak ekonomi (economic rights) dan hak moral (moral
rights). Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas Ciptaan
serta produk Hak Terkait. Hak moral adalah hak yang melekat pada diri Pencipta
atau Pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apa pun,
walaupun Hak Cipta atau Hak Terkait telah dialihkan.
Perlindungan Hak Cipta tidak diberikan kepada ide atau gagasan karena karya
cipta harus memiliki bentuk yang khas, bersifat pribadi dan menunjukkan
keaslian sebagai Ciptaan yang lahir berdasarkan kemampuan, kreativitas, atau
keahlian sehingga Ciptaan itu dapat dilihat, dibaca, atau didengar.
Undang-undang ini
memuat beberapa ketentuan baru, antara lain, mengenai:
1.
database
merupakan salah satu Ciptaan yang dilindungi;
2.
penggunaan
alat apa pun baik melalui kabel maupun tanpa kabel, termasuk media internet,
untuk pemutaran produk-produk cakram optik (optical disc) melalui media audio,
media audiovisual dan/atau sarana telekomunikasi;
3.
penyelesaian
sengketa oleh Pengadilan Niaga, arbitrase, atau alternatif pe nyelesaian
sengketa;
4.
penetapan
sementara pengadilan untuk mencegah kerugian lebih besar bagi pemegang hak;
5.
batas
waktu proses perkara perdata di bidang Hak Cipta dan Hak Terkait, baik di
Pengadilan Niaga maupun di Mahkamah Agung;
6.
pencantuman
hak informasi manajemen elektronik dan sarana kontrol teknologi;
7.
pencantuman
mekanisme pengawasan dan perlindungan terhadap produk-produk yang menggunakan
sarana produksi berteknologi tinggi;
8.
ancaman
pidana atas pelanggaran Hak Terkait;
9.
ancaman
pidana dan denda minimal;
10.
ancaman
pidana terhadap perbanyakan penggunaan Program Komputer untuk kepentingan
komersial secara tidak sah dan melawan hukum.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Ayat (1)
Yang dimaksud
dengan hak eksklusif adalah hak yang semata-mata diperuntukkan bagi pemegangnya
sehingga tidak ada pihak lain yang boleh memanfaatkan hak tersebut tanpa izin
pemegangnya.
Dalam pengertian
“mengumumkan atau memperbanyak”, termasuk kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi,
mengaransemen, mengalihwujudkan, menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor,
memamerkan, mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan, merekam, dan
mengomunikasikan Ciptaan kepada publik melalui sarana apa pun.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Beralih atau
dialihkannya Hak Cipta tidak dapat dilakukan secara lisan, tetapi harus
dilakukan secara tertulis baik dengan maupun tanpa akta notariil.
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Sebab-sebab lain
yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan, misalnya pengalihan yang
disebabkan oleh putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Pasal 4
Ayat (1)
Karena manunggal
dengan Penciptanya dan bersifat tidak berwujud, Hak Cipta pada prinsipnya tidak
dapat disita, kecuali Hak Cipta tersebut diperoleh secara melawan hukum.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pada prinsipnya
Hak Cipta diperoleh bukan karena pendaftaran, tetapi dalam hal terjadi sengketa
di pengad ilan mengenai Ciptaan yang terdaftar dan yang tidak terdaftar
sebagaimana dimaksud pada ketentuan ayat (1) huruf a dan huruf b serta apabila
pihak-pihak yang berkepentingan dapat membuktikan kebenarannya, hakim dapat
menentukan Pencipta yang sebenarnya berdasarkan pembuktian tersebut.
Pasal 6
Yang dimaksud
dengan bagian tersendiri, misalnya suatu ciptaan berupa film serial, yang isi
setiap seri dapat lepas dari isi seri yang lain, demikian juga dengan buku,
yang untuk isi setiap bagian dapat dipisahkan dari isi bagian yang lain.
Pasal 7
Rancangan yang
dimaksud adalah gagasan berupa gambar atau kata atau gabungan keduanya, yang
akan diwujudkan dalam bentuk yang dikehendaki pemilik rancangan.
Oleh karena itu,
perancang disebut Pencipta, apabila rancangannya itu dikerjakan secara detail
menurut desain yang sudah ditentukannya dan tidak sekadar gagasan atau ide
saja.
Yang dimaksud
dengan di bawah pimpinan dan pengawasan adalah yang dilakukan dengan bimbingan,
pengarahan, ataupun koreksi dari orang yang memiliki rancangan tersebut.
Pasal 8
Ayat (1)
Yang dimaksud
dengan hubungan dinas adalah hubungan kepegawaian antara pegawai negeri dengan
instansinya.
Ayat (2)
Ketentuan ini
dimaksudkan untuk menegaskan bahwa Hak Cipta yang dibuat oleh seseorang
berdasarkan pesanan dari instansi Pemerintah tetap dipegang oleh instansi
Pemerintah tersebut selaku pemesan, kecuali diperjanjikan lain.
Ayat (3)
Yang dimaksud
dengan hubungan kerja atau berdasarkan pesanan di sini adalah Ciptaan yang
dibuat atas dasar hubungan kerja di lembaga swasta atau atas dasar pesanan
pihak lain.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dalam rangka
melindungi folklor dan hasil kebudayaan rakyat lain, Pemerintah dapat mencegah
adanya monopoli atau komersialisasi serta tindakan yang merusak atau
pemanfaatan komersial tanpa seizin negara Republik Indonesia sebagai Pemegang
Hak Cipta. Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindari tindakan pihak asing
yang dapat merusak nilai kebudayaan tersebut.
Folklor
dimaksudkan sebaga i sekumpulan ciptaan tradisional, baik yang dibuat oleh
kelompok maupun perorangan dalam masyarakat, yang menunjukkan identitas sosial
dan budayanya berdasarkan standar dan nilai-nilai yang diucapkan atau diikuti
secara turun temurun, termasuk:
a. cerita rakyat,
puisi rakyat;
b. lagu-lagu
rakyat dan musik instrumen tradisional;
c. tari-tarian
rakyat, permainan tradisional;
d. hasil seni
antara lain berupa: lukisan, gambar, ukiran-ukiran, pahatan, mosaik, perhiasan,
kerajinan tangan, pakaian, instrumen musik dan tenun tradisional.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 11
Ayat (1)
Ketentuan ini
dimaksudkan untuk menegaskan status Hak Cipta dalam hal suatu karya yang
Penciptanya tidak diketahui dan tidak atau belum diterbitkan, sebagaimana
layaknya Ciptaan itu diwujudkan. Misalnya, dalam hal karya tulis atau karya
musik, Ciptaan tersebut belum diterbitkan dalam bentuk buku atau belum direkam.
Dalam hal demikian, Hak Cipta atas karya tersebut dipegang oleh Negara untuk
melindungi Hak Cipta bagi kepentingan Penciptanya, sedangkan apabila karya
tersebut berupa karya tulis dan telah diterbitkan, Hak Cipta atas Ciptaan yang
bersangkutan dipegang oleh Penerbit.
Ayat (2)
Penerbit dianggap
Pemegang Hak Cipta atas Ciptaan yang diterbitkan dengan menggunakan nama
samaran Penciptanya. Dengan demikian, suatu Ciptaan yang diterbitkan tetapi
tidak diketahui siapa Penciptanya atau terhadap Ciptaan yang hanya tertera nama
samaran Penciptanya, penerbit yang namanya tertera di dalam Ciptaan dan dapat
membuktikan sebagai Penerbit yang pertama kali menerbitkan Ciptaan tersebut
dianggap sebagai Pemegang Hak Cipta. Hal ini tidak berlaku apabila Pencipta di
kemudian hari menyatakan identitasnya dan ia dapat membuktikan bahwa Ciptaan
tersebut adalah Ciptaannya.
Ayat (3)
Penerbit dianggap
Pemegang Hak Cipta atas Ciptaan yang telah diterbitkan tetapi tidak diketahui
Penciptanya atau pada Ciptaan tersebut hanya tertera nama samaran Penciptanya,
penerbit yang pertama kali menerbitkan Ciptaan tersebut dianggap mewakili
Pencipta. Hal ini tidak berlaku apabila Pencipta di kemudian hari menyatakan
identitasnya dan ia dapat membuktikan bahwa Ciptaan tersebut adalah Ciptaannya.
Pasal 12
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud
dengan perwajahan karya tulis adalah karya cipta yang lazim dikenal dengan
"typholographical arrangement", yaitu aspek seni pada susunan dan
bentuk penulisan karya tulis. Hal ini mencakup antara lain format, hiasan,
warna dan susunan atau tata letak huruf indah yang secara keseluruhan
menampilkan wujud yang khas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan
Ciptaan lain yang sejenis adalah Ciptaan-ciptaan yang belum disebutkan, tetapi
dapat disamakan dengan Ciptaan-ciptaan seperti ceramah, kuliah, dan pidato.
Huruf c
Yang dimaksud
dengan alat peraga adalah Ciptaan yang berbentuk dua ataupun tiga dimensi yang
berkaitan dengan geografi, topografi, arsitektur, biologi atau ilmu pengetahuan
lain.
Huruf d
Lagu atau musik
dalam Undang-undang ini diartikan sebagai karya yang bersifat utuh, sekalipun
terdiri atas unsur lagu atau melodi, syair atau lirik, dan aransemennya
termasuk notasi.
Yang dimaksud
dengan utuh adalah bahwa lagu atau musik tersebut merupakan satu kesatuan karya
cipta.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Yang dimaksud
dengan gambar antara lain meliputi: motif, diagram, sketsa, logo dan bentuk
huruf indah, dan gambar tersebut dibuat bukan untuk tujuan desain industri.
Yang dimaksud
dengan kolase adalah komposisi artistik yang dibuat dari berbagai bahan
(misalnya dari kain, kertas, kayu) yang ditempelkan pada permukaan gambar.
Seni terapan yang
berupa kerajinan tangan sejauh tujuan pembuatannya bukan untuk diproduksi
secara massal merupakan suatu Ciptaan.
Huruf g
Yang dimaksud
dengan arsitektur antara lain meliputi: seni gambar bangunan, seni gambar
miniatur, dan seni gambar maket bangunan.
Huruf h
Yang dimaksud
dengan peta adalah suatu gambaran dari unsur-unsur alam dan/atau buatan manusia
yang berada di atas ataupun di bawah permukaan bumi yang digambarkan pada suatu
bidang datar dengan skala tertentu.
Huruf i
Batik yang dibuat
secar a konvensional dilindungi dalam Undang-undang ini sebagai bentuk Ciptaan
tersendiri. Karya-karya seperti itu memperoleh perlindungan karena mempunyai
nilai seni, baik pada Ciptaan motif atau gambar maupun komposisi warnanya.
Disamakan dengan pengertian seni batik adalah karya tradisional lainnya yang
merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang terdapat di berbagai daerah, seperti
seni songket, ikat, dan lain-lain yang dewasa ini terus dikembangkan.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Karya
sinematografi yang merupakan media komunikasi massa gambar gerak (moving
images) antara lain meliputi: film dokumenter, film iklan, reportase atau film
cerita yang dibuat dengan skenario, dan film kartun. Karya sinematografi dapat
dibuat dalam pita seluloid, pita video, piringan video, cakram optik dan/atau
media lain yang memungkinkan untuk dipertunjukkan di bioskop, di layar lebar
atau ditayangkan di televisi atau di media lainnya.
Karya serupa itu
dibuat oleh perusahaan pembuat film, stasiun televisi atau perorangan.
Huruf l
Yang dimaksud
dengan bunga rampai meliputi: Ciptaan dalam bentuk buku yang berisi kumpulan
karya tulis pilihan, himpunan lagu-lagu pilihan yang direkam dalam satu kaset,
cakram optik atau media lain, serta komposisi berbagai karya tari pilihan.
Yang dimaksud
dengan database adalah kompilasi data dalam bentuk apapun yang dapat dibaca
oleh mesin (komputer) atau dalam bentuk lain, yang karena alasan pemilihan atau
pengaturan atas isi data itu merupakan kreasi intelektual. Perlindungan
terhadap database diberika n dengan tidak mengurangi hak Pencipta lain yang
Ciptaannya dimasukkan dalam database tersebut.
Yang dimaksud
dengan pengalihwujudan adalah pengubahan bentuk, misalnya dari bentuk patung
menjadi lukisan, cerita roman menjadi drama, drama menjadi sandiwara radio dan
novel menjadi film.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Ciptaan yang
belum diumumkan, sebagai contoh sketsa, manuskrip, cetak biru (blue print) dan
yang sejenisnya dianggap Ciptaan yang sudah merupakan suatu kesatuan yang
lengkap.
Pasal 13
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud
dengan keputusan badan-badan sejenis lain, misalnya keputusan-keputusan yang
memutuskan suatu sengketa, termasuk keputusan–keputusan Panitia Penyelesaian
Perselisihan Perburuhan, dan Mahkamah Pelayaran.
Pasal 14
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Contoh dari
Pengumuman dan Perbanyakan atas nama Pemerintah adalah Pengumuman dan
Perbanyakan mengenai suatu hasil riset yang dilakukan dengan biaya Negara.
Huruf c
Yang dimaksud
dengan berita aktual adalah berita yang diumumkan dalam waktu 1 x 24 jam sejak
pertama kali diumumkan.
Pasal 15
Huruf a
Pembatasan ini
perlu dilakukan karena ukuran kuantitatif untuk menentukan pelanggaran Hak
Cipta sulit diterapkan . Dalam hal ini akan lebih tepat apabila penentuan
pelanggaran Hak Cipta didasarkan pada ukuran kualitatif. Misalnya, pengambilan
bagian yang paling substansial dan khas yang menjadi ciri dari Ciptaan,
meskipun pemakaian itu kurang dari 10%. Pemakaian seperti itu secara substantif
merupakan pelanggaran Hak Cipta. Pemakaian Ciptaan tidak dianggap sebagai
pelanggaran Hak Cipta apabila sumbernya disebut atau dicantumkan dengan jelas
dan hal itu dilakukan terbatas untuk kegiatan yang bersifat nonkomersial
termasuk untuk kegiatan sosial. Misalnya, kegiatan dalam lingkup pendidikan dan
ilmu pengetahuan, kegiatan penelitian dan pengembangan, dengan ketentuan tidak
merugikan kepentingan yang wajar dari Penciptanya. Termasuk dalam pengertian
ini adalah pengambilan Ciptaan untuk pertunjukan atau pementasan yang tidak
dikenakan bayaran. Khusus untuk pengutipan karya tulis, penyebutan atau
pencantuman sumber Ciptaan yang dikutip harus dilakukan secara lengkap.
Artinya, dengan mencantumkan sekurang-kurangnya nama Pencipta, judul atau nama
Ciptaan, dan nama penerbit jika ada.
Yang dimaksud
dengan kepentingan yang wajar dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta adalah
suatu kepentingan yang didasarkan pada keseimbangan dalam menikmati manfaat
ekonomi atas suatu ciptaan.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Seorang pemilik
(bukan Pemegang Hak Cipta) Program Komputer dibolehkan membuat salinan atas
Program Komputer yang dimilikinya, untuk dijadikan cadangan semata-mata untuk
digunakan sendiri. Pembuatan salinan cadangan seperti di atas tidak dianggap
sebagai pelanggaran Hak Cipta.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Ketentuan ini
dimaksudkan untuk mencegah beredarnya Ciptaan yang apabila diumumkan dapat
merendahkan nilai-nilai keagamaan, ataupun menimbulkan masalah kesukuan atau
ras, dapat menimbulkan gangguan atau bahaya terhadap pertahanan keamanan
negara, bertentangan dengan norma kesusilaan umum yang berlaku dalam
masyarakat, dan ketertiban umum. Misalnya, buku-buku atau karya-karya sastra
atau karya-karya fotografi.
Pasal 18
Ayat (1)
Maksud ketentuan
ini adalah Pengumuman suatu ciptaan melalui penyiaran radio, televisi dan
sarana lainnya yang diselenggarakan oleh Pemerintah haruslah diutamakan untuk
kepentingan publik yang secara nyata dibutuhkan oleh masyarakat umum.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 19
Ayat (1)
Tidak selalu
orang yang dipotret akan setuju bahwa potretnya diumumkan tanpa diminta
persetujuannya. Oleh karena itu ditentukan bahwa harus dimintakan persetujuan
yang bersangkutan atau ahli warisnya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 20
Dalam suatu
pemotretan dapat terjadi bahwa seseorang telah dipotret tanpa diketahuinya
dalam keadaan yang dapat merugikan dirinya.
Pasal 21
Misalnya, seorang
penyanyi dalam suatu pertunjukan musik dapat berkeberatan jika diambil
potretnya untuk diumumkan.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dengan hak moral,
Pencipta dari suatu karya cipta memiliki hak untuk:
a. dicantumkan
nama atau nama samarannya di dalam Ciptaannya ataupun salinannya dalam hubungan
dengan penggunaan secara umum;
b. mencegah
bentuk-bentuk distorsi, mutilasi atau bentuk perubahan lainnya yang meliputi
pemutarbalikan, pemotongan, perusakan, penggantian yang berhubungan dengan
karya cipta yang pada akhirnya akan merusak apresiasi dan reputasi Pencipta.
Selain itu tidak
satupun dari hak-hak tersebut di atas dapat dipindahkan selama Penciptanya
masih hidup, kecuali atas wasiat Pencipta berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 25
Yang dimaksud
dengan informasi manajemen hak Pencipta adalah informasi yang melekat secara
elektronik pada suatu ciptaan atau muncul dalam hubungan dengan kegiatan
Pengumuman yang menerangkan tentang suatu Ciptaan, Pencipta, dan kepemilikan
hak maupun informasi persyaratan penggunaan, nomor atau kode informasi.
Siapa pun
dilarang mendistribusikan, mengimpor, menyiarkan, mengkomunikasikan kepada
publik karya-karya pertunjukan, rekaman suara atau siaran yang diketahui bahwa
perangkat informasi manajemen hak Pencipta telah ditiadakan, dirusak, atau
diubah tanpa izin pemegang hak.
Pasal 26
Ayat (1)
Pembelian hasil
Ciptaan tidak berarti bahwa status Hak Ciptanya berpindah kepada pembeli, akan
tetapi Hak Cipta atas suatu Ciptaan tersebut tetap ada di tangan Penciptanya.
Misalnya, pembelian buku, kaset, dan lukisan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 27
Yang dimaksud
dengan sarana kontrol teknologi adalah instrumen teknologi dalam bentuk antara
lain kode rahasia, password, bar code, serial number, teknologi dekripsi
(decryption) dan enkripsi (encryption) yang digunakan untuk melindungi Ciptaan.
Semua tindakan
yang dianggap pelanggaran hukum meliputi: memproduksi atau mengimpor atau
menyewakan peralatan apa pun yang dirancang khusus untuk meniadakan sarana
kontrol teknologi atau untuk mencegah, membatasi Perbanyakan dari suatu
Ciptaan.
Pasal 28
Ayat (1)
Yang dimaksud
dengan ketentuan persyaratan sarana produksi berteknologi tinggi, misalnya,
izin lokasi produksi, kewajiban membuat pembukuan produksi, membubuhkan tanda
pengenal produsen pada produknya, pajak atau cukai serta memenuhi syarat
inspeksi oleh pihak yang berwenang.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Ketentuan ini
menegaskan bahwa tanggal 1 Januari sebagai dasar perhitungan jangka waktu perl
indungan Hak Cipta, dimaksudkan semata-mata untuk memudahkan perhitungan
berakhirnya jangka perlindungan. Titik tolaknya adalah tanggal 1 Januari tahun
berikutnya setelah Ciptaan tersebut diumumkan, diketahui oleh umum, diterbitkan
atau Penciptanya meninggal dunia. Cara perhitungan seperti itu tetap tidak
mengurangi prinsip perhitungan jangka waktu perlindungan yang didasarkan pada
saat dihasilkannya suatu Ciptaan apabila tanggal tersebut diketahui secara
jelas.
Pasal 35
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Pendaftaran
Ciptaan bukan merupakan suatu keharusan bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta,
dan timbulnya perlindungan suatu Ciptaan dimulai sejak Ciptaan itu ada atau
terwujud dan bukan karena pendaftaran. Hal ini berarti suatu Ciptaan baik yang
terdaftar maupun tidak terdaftar tetap dilindungi.
Pasal 36
Direktorat
Jenderal yang menyelenggarakan pendaftaran Ciptaan tidak bertanggung jawab atas
isi, arti, maksud, atau bentuk dari Ciptaan yang terdaftar.
Pasal 37
Ayat (1)
Yang dimaksud
dengan kuasa adalah Konsultan Hak Kekayaan Intelektual yaitu orang yang
memiliki keahlian di bidang Hak Kekayaan Intelektual dan secara khusus
memberikan jasa mengurus permohonan Hak Cipta, Paten, Merek, Desain Industri
serta bidang-bidang Hak Kekayaan Intelektual lain dan terdaftar sebagai
Konsultan Hak Kekayaan Intelektual di Direktorat Jenderal.
Ayat (2)
Yang dimaksud
dengan pengganti Ciptaan adalah contoh Ciptaan yang dilampirkan karena Ciptaan
itu sendiri secara teknis tidak mungkin untuk dilampirkan dalam Permohonan,
misalnya, patung yang berukuran besar diganti dengan miniatur atau fotonya.
Ayat (3)
Jangka waktu
proses permohonan dimaksudkan untuk memberi kepastian hukum kepada Pemohon.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Ayat (1)
Yang dimaksud
dengan menyiarkan termasuk menyewakan, melakukan pertunjukan umum (public
performance), mengomunikasikan pertunjukan langsung (life performance), dan
mengomunikasikan secara interaktif suatu karya rekaman Pelaku.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud
dengan menggunakan penerimaan adalah penggunaan Penerimaan Negara Bukan Pajak
(PNBP) sesuai dengan sistem dan mekanisme yang berlaku.
Dalam hal ini
seluruh penerimaan disetorkan langsung ke kas negara sebagai PNBP. Kemudian,
Direktorat Jenderal melalui Menteri mengajukan permohonan kepada Menteri
Keuangan untuk menggunakan sebagian PNBP sesuai dengan keperluan yang
dibenarkan oleh Undang-undang, yang saat ini diatur dengan Undang-undang Nomor
20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3687).
Pasal 55
Cukup jelas.
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Ayat (1)
Yang dimaksud
dengan Ketua Pengadilan Niaga adalah Ketua Pengadilan Negeri/Pengadilan Niaga.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Kecuali
dinyatakan lain, yang dimaksud dengan “panitera” pada ayat ini adalah panitera
Pengadilan Negeri/Pengadilan Niaga.
Pasal 63
Cukup jelas.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Yang dimaksud dengan
alternatif penyelesaian sengketa adalah negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan
cara lain yang dipilih oleh para pihak sesuai dengan Undang-undang yang
berlaku.
Pasal 66
Cukup jelas.
Pasal 67
Huruf a
Ketentuan ini
dimaksudkan untuk mencegah kerugian yang lebih besar pada pihak yang haknya
dilanggar, sehingga hakim Pengadilan Niaga diberi kewenangan untuk menerbitkan
penetapan sementara guna mencegah berlanjutnya pelanggaran dan masuknya barang
yang diduga melanggar Hak Cipta dan Hak Terkait ke jalur perdagangan termasuk
tindakan importasi.
Huruf b
Ketentuan ini
dimaksudkan untuk mencegah penghilangan barang bukti oleh pihak pelanggar.
Huruf c
Cukup jelas.
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69
Cukup jelas.
Pasal 70
Cukup jelas.
Pasal 71
Ayat (1)
Yang dimaksud
dengan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu adalah pegawai yang diangkat
sebagai penyidik berdasarkan Keputusan Menteri.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 72
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud
dengan memperbanyak penggunaan adalah menggandakan, atau menyalin program
komputer dalam bentuk kode sumber (source code) atau program aplikasinya.
Yang dimaksud
dengan kode sumber adalah sebuah arsip (file) program yang berisi
pernyataan-pernyataan (statements) pemrograman, kode-kode instruksi/perintah,
fungsi, prosedur dan objek yang dibuat oleh seorang pemrogram (programmer).
Misalnya: A
membeli program komputer dengan hak Lisensi untuk digunakan pada satu unit
komputer, atau B mengadakan perjanjian Lisensi untuk pengunaan aplikasi program
komputer pada 10 (sepul uh) unit komputer. Apabila A atau B menggandakan atau
menyalin aplikasi program komputer di atas untuk lebih dari yang telah
ditentukan atau diperjanjikan, tindakan itu merupakan pelanggaran, kecuali
untuk arsip.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Pasal 73
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud
dengan “bersifat unik” adalah bersifat lain daripada yang lain, tidak ada
persamaan dengan yang lain, atau yang bersifat khusus.
Pasal 74
Cukup jelas.
Pasal 75
Cukup jelas.
Pasal 76
Cukup jelas.
Pasal 77
Cukup jelas.
Pasal 78
Diberlakukan 12
(dua belas) bulan sejak tanggal diundangkan dimaksudkan agar undang- undang ini
dapat disosialisasikan terutama kepada pihak-pihak yang terkait dengan Hak
Cipta, misalnya, perguruan tinggi, asosiasi-asosiasi di bidang Hak Cipta, dan
lain-lain.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR
4220
Tidak ada komentar:
Posting Komentar