Inisiatif untuk membuat “cyberlaw” di Indonesia
sudah dimulai sebelum tahun 1999. Fokus utama waktu itu adalah pada “payung
hukum” yang generik dan sedikit mengenai transaksi elektronik. Pendekatan
“payung” ini dilakukan agar ada sebuah basis yang dapat digunakan oleh
undang-undang dan peraturan lainnya.
Namun pada kenyataannya hal ini tidak terlaksana. Untuk hal yang terkait
dengan transaksi elektronik, pengakuan digital signature sama seperti tanda
tangan konvensional merupakan target. Jika digital signature dapat diakui, maka
hal ini akan mempermudah banyak hal seperti electronic commerce (e-commerce), electronic
procurement (e-procurement), dan berbagai transaksi elektronik lainnya. Namun
ternyata dalam perjalanannya ada beberapa masukan sehingga hal-hal lain pun
masuk ke dalam rancangan “cyberlaw” Indonesia. Beberapa hal yang mungkin masuk
antara lain adalah hal-hal yang terkait dengan kejahatan di dunia maya
(cybercrime), penyalahgunaan penggunaan komputer, hacking, membocorkan
password, electronic banking, pemanfaatan internet untuk pemerintahan
(e-government) dan kesehatan, masalah HaKI, penyalahgunaan nama domain, dan
masalah privasi. Nama dari RUU ini pun berubah dari Pemanfaatan Teknologi
Informasi, ke Transaksi Elektronik, dan akhirnya menjadi RUU Informasi dan
Transaksi Elektronik. Di luar negeri umumnya materi ini dipecah-pecah menjadi
beberapa undang-undang. Ada satu hal yang menarik mengenai rancangan cyberlaw
ini yang terkait dengan teritori. Misalkan seorang cracker dari sebuah negara
Eropa melakukan pengrusakan terhadap sebuah situs di Indonesia. Salah satu
pendekatan yang diambil adalah jika akibat dari aktivitas crackingnya terasa di
Indonesia, maka Indonesia berhak mengadili yang bersangkutan. Yang dapat kita
lakukan adalah menangkap cracker ini jika dia mengunjungi Indonesia. Dengan
kata lain, dia kehilangan kesempatan / hak untuk mengunjungi sebuah tempat di
dunia.
untuk
menegakkan hukum serta menjamin kepastian hukum di Indonesia perlu adanya Cyber
Law yaitu Hukum yang membatasi kejahatan siber (kejahatan dunia maya melalui
jaringan internet), yang dalam Hukum Internasional terdapat 3 jenis Yuridis
yaitu( The Juridiction to Prescribe)Yuridis untuk menetapkan undang-undang, (The
Juridicate to Enforce) Yuridis untuk menghukum dan (The
Jurisdiction to Adjudicate)Yuridis untuk menuntut.
The
Jurisdiction to Adjudicate terdapat beberapa asas yaitu :
a.Asas Subjective
Territorial yaitu berlaku hukum berdasarkan tempat
pembuatan dan penyelesaian tindak pidana dilakukan di Negara lain,
b.Asas Objective
Territorial yaitu hukum yang berlaku adalah akibat
utama perbuatan itu terjadi dan memberikan dampak kerugian bagi Negara yang
bersangkutan,
c. Asas Natonality adalah
hokum berlaku berdasarkan kewarganegaraan pelaku,
d. Asas PassiveNatonality
adalah Hukum berlaku berdasarkan kewarganegaraan korban,
e. Asas Protective
Principle adalah berlakunya berdasarkan atas keinginan Negara
untuk melindungi kepentingan Negara dari kejahatan yang dilakukan diluar
wilayahnya,
f. Asas Universality
adalah yang berlaku untuk lintas Negara terhadap kejahatan yang dianggap sangat
serius seperti pembajakan dan terorisme (crime against humanity).
Saat ini telah lahir suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan hukum siber
atau hukum telematika. Hukum siber atau cyber law, secara internasional
digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi
informasi dan komunikasi. Demikian pula, hukum telematika yang merupakan
perwujudan dari konvergensi hukum telekomunikasi, hukum media, dan hukum
informatika. Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum teknologi informasi (law
of information technology), hukum dunia maya (virtual world law),
dan hukum mayantara. Istilah-istilah tersebut lahir mengingat kegiatan yang
dilakukan melalui jaringan sistem komputer dan sistem komunikasi baik dalam
lingkup lokal maupun global (Internet) dengan memanfaatkan teknologi informasi
berbasis sistem komputer yang merupakan sistem elektronik yang dapat dilihat
secara virtual. Permasalahan hukum yang seringkali dihadapi adalah ketika
terkait dengan penyampaian informasi, komunikasi, dan/atau transaksi secara
elektronik, khususnya dalam hal pembuktian dan hal yang terkait dengan
perbuatan hukum yang dilaksanakan melalui sistem elektronik
Dalam
UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik selain mengatur
tentang pemanfaatan teknologi informasi juga mengatur tentang transaksi
elektronik, Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan
menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya.
Bahwa didalam penerapannya, UU No 11 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
ini masih ada kendala-kendala teknis.
UU
RI tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik no 11 th 2008 , yang terdiri
dari 54 pasal dan disahkan tgl 21 April 2008, dipersepsikan sebagai cyberlaw di Indonesia, yang
diharapkan bisa mengatur segala urusan dunia Internet (siber), termasuk
didalamnya memberi punishment terhadap pelaku cybercrime. Nah kalau memang
benar cyberlaw, perlu kita diskusikan apakah kupasan cybercrime sudah semua
terlingkupi? Di berbagai literatur, cybercrime dideteksi dari dua sudut
pandang:
1.Kejahatan yang Menggunakan Teknologi Informasi Sebagai
Fasilitas: Pembajakan,
Pornografi, Pemalsuan/Pencurian Kartu Kredit, Penipuan Lewat Email (Fraud),
Email Spam, Perjudian Online, Pencurian Account Internet, Terorisme, Isu Sara,
Situs Yang Menyesatkan, dsb.
2.Kejahatan yang Menjadikan Sistem Teknologi
Informasi Sebagai Sasaran: Pencurian Data Pribadi, Pembuatan/Penyebaran Virus Komputer,
Pembobolan/Pembajakan Situs, Cyberwar, Denial of Service (DOS), Kejahatan
Berhubungan Dengan Nama Domain, dsb.
Cybercrime
menjadi isu yang menarik dan kadang menyulitkan karena:
- Kegiatan
dunia cyber tidak dibatasi oleh teritorial negara
- Kegiatan dunia cyber relatif tidak berwujud
- Sulitnya pembuktian karena data elektronik relatif
mudah untuk diubah, disadap, dipalsukan dan dikirimkan ke seluruh belahan
dunia dalam hitungan detik
- Pelanggaran hak cipta dimungkinkan secara teknologi
- Sudah tidak memungkinkan lagi menggunakan hukum
konvensional. Analogi masalahnya adalah mirip dengan kekagetan hukum
konvensional dan aparat ketika awal mula terjadi pencurian listrik. Barang
bukti yang dicuripun tidak memungkinkan dibawah ke ruang sidang. Demikian
dengan apabila ada kejahatan dunia maya, pencurian bandwidth, dsb
Contoh gampangnya rumitnya cybercrime dan
cyberlaw:
- Seorang
warga negara Indonesia yang berada di Australia melakukan cracking sebuah
server web yang berada di Amerika, yang ternyata pemilik server adalah
orang China dan tinggal di China. Hukum mana yang dipakai untuk mengadili
si pelaku?
- Seorang
mahasiswa Indonesia di Jepang, mengembangkan aplikasi tukar menukar file
dan data elektronik secara online. Seseorang tanpa identitas meletakkan
software bajakan dan video porno di server dimana aplikasi di install.
Siapa yang bersalah? Dan siapa yang harus diadili?
- Seorang
mahasiswa Indonesia di Jepang, meng-crack account dan password seluruh
professor di sebuah fakultas. Menyimpannya
dalam sebuah direktori publik, mengganti kepemilikan direktori dan file
menjadi milik orang lain. Darimana polisi harus bergerak?
INDONESIA DAN CYBERCRIME
Paling tidak masalah cybercrime di Indonesia
adalah sebagai berikut:
- Indonesia
meskipun dengan penetrasi Internet yang rendah (8%), memiliki prestasi
menakjubkan dalam cyberfraud terutama pencurian kartu kredit (carding).
Menduduki urutan 2 setelah Ukraina (ClearCommerce)
- Indonesia
menduduki peringkat 4 masalah pembajakan software setelah China, Vietnam,
dan Ukraina (International Data Corp)
- Beberapa
cracker Indonesia tertangkap di luar negeri, singapore, jepang, amerika,
dsb
- Beberapa
kelompok cracker Indonesia ter-record cukup aktif di situs zone-h.org
dalam kegiatan pembobolan (deface) situs
- Kejahatan
dunia cyber hingga pertengahan 2006 mencapai 27.804 kasus (APJII)
- Sejak
tahun 2003 hingga kini, angka kerugian akibat kejahatan kartu kredit
mencapai Rp 30 milyar per tahun (AKKI)
- Layanan e-commerce di luar negeri banyak yang
memblok IP dan credit card Indonesia. Meskipun alhamdulillah, sejak era
tahun 2007 akhir, mulai banyak layanan termasuk payment gateway semacam
PayPal yang sudah mengizinkan pendaftaran dari Indonesia dan dengan credit
card Indonesia
Indonesia menjadi tampak tertinggal dan
sedikit terkucilkan di dunia internasional, karena negara lain misalnya
Malaysia, Singapore dan Amerika sudah sejak 10 tahun yang lalu mengembangkan
dan menyempurnakan Cyberlaw yang mereka miliki. Malaysia punya Computer Crime
Act (Akta Kejahatan Komputer) 1997, Communication and Multimedia Act (Akta
Komunikasi dan Multimedia) 1998, dan Digital Signature Act (Akta Tandatangan
Digital) 1997. Singapore juga sudah punya The Electronic Act (Akta
Elektronik) 1998, Electronic Communication Privacy Act (Akta Privasi Komunikasi
Elektronik) 1996. Amerika intens untuk memerangi child pornography dengan: US
Child Online Protection Act (COPA), US Child Pornography Protection Act, US
Child Internet Protection Act (CIPA), US New Laws and Rulemaking.
Jadi kesimpulannya, cyberlaw adalah kebutuhan kita bersama.
Cyberlaw akan menyelamatkan kepentingan nasional, pebisnis Internet, para
akademisi dan masyarakat secara umum, sehingga harus kita dukung. Nah
masalahnya adalah apakah UU ITE ini sudah mewakili alias layak untuk
disebut sebagai sebuah cyberlaw? Kita analisa dulu sebenarnya apa isi
UU ITE itu.
MUATAN UU ITE
Pemanfaatan Teknologi Informasi, media, dan komunikasi telah mengubah
baik perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global. Perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi telah pula menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan
menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan berlangsung
demikian cepat. Teknologi Informasi saat ini menjadi pedang bermata dua karena
selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan
peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif
perbuatan melawan hukum
Mengingat sebelumnya ada beberapa
fase-fase global yang berkembang sesuai dengan perubahaan zaman, fase yang
pertama adalah berawal dari bercocok tanam (agraria), fase yang kedua adalah
fase industi atau revolusi Prancis, fase yang ketiga adalah masuk kedalam fase
komunikasi seperti pemakaian telephone, dan fase yang keempat yaiu teknologi
informasi seperti cara memperbaharui orang berkomunikasi. Dan fase keempat
inilah yang sedang kita hadapi sekarang. Oleh karena itu, teknologi juga
mempengaruhi budaya (culture) yang ada di masyarakat sehingga ketika ada
suatu perubahan dalam masyarakat maka ada suatu pengaruh terhadap pola pikir
masyarakat dan perbedaan budaya mempengaruhi pula moral masyarakat itu sendiri,
dalam hal ini hukumlah yang sangat berperan dalam mengatur pola perilaku
masyarakat, sesuai dengan pernyataan ubi
soceitas ibi ius (di mana ada
masyarakat disitu ada hukum) dan sampai sekarang masih relevan untuk
dipakai. Dalam masyarakat yang tradisional pun pasti ada hukum dengan bentuk
dan corak yang sesuai dengan tingkat peradaban masyarakat tersebut. Suatu
masyarakat tanpa hukum tidak akan pernah menjadi masyarakat yang baik.
Hukum mempunyai berbagai fungsi yaitu
sebagai Sarana pengendalian masyarakat (a tool
of social control), Sarana pemelihara masyarakat (a tool of social maintenance), Sarana
untuk menyelesaikan konflik (a tool of
dispute settlement), Sarana pembaharuan/ alat merekayasa masyarakat (a tool of social engineering, Roscoe Pound).
Dari fungsi-fungsi hukum tersebutlah pemerintah sebagai penjamin kepastian
hukum dapat menjadi sarana pemanfaatan teknologi yang modern. Sebagai salah
satu bukti nyata adalah dibuatnya suatu kebijakan dalam UU No.11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Ada hal pokok yang bisa kita
pegang dalam Undang-Undang ini.
Dalam Undang-Undang ini pada Pasal 1 yang dimaksud dengan:
1. Informasi Elektronik
adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas
pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data
interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram,
teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses,
simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami
oleh orang yang mampu memahaminya.
2. Transaksi Elektronik
adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan
Komputer, dan/atau media elektronik lainnya.
3. Teknologi Informasi
adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses,
mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi.
4. Dokumen Elektronik
adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan,
diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal,
atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui
Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan,
suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode
Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makan atau arti atau dapat dipahami
oleh orang yang mampu memahaminya.
5. Sistem Elektronik
adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi
mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan,
mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik.
6. Penyelenggaraan Sistem Elektronik adalah pemanfaatan Sistem Elektronik oleh penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha,
dan/atau masyarakat.
7. Jaringan Sistem Elektronik adalah terhubungnya dua Sistem Elektronik atau lebih, yang bersifat
tertutup ataupun terbuka.
8. Agen Elektronik adalah
perangkat dari suatu Sistem Elektronik yang dibuat untuk melakukan suatu
tindakan terhadap suatu Informasi Elektronik tertentu secara otomatis yang
diselenggarakan oleh Orang.
9. Sertifikat Elektronik
adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda Tangan Elektronik
dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam Transaksi
Elektronik yang dikeluarkan oleh Penyelenggara Sertifikasi Elektronik.
10. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik adalah badan hukum yang berfungsi sebagai pihak yang
layak dipercaya, yang memberikan dan mengaudit Sertifikat Elektronik.
11. Lembaga Sertifikasi Keandalan adalah lembaga independen yang dibentuk oleh profesional yang diakui,
disahkan, dan diawasi oleh Pemerintah dengan kewenangan mengaudit dan
mengeluarkan sertifikat keandalan dalam Transaksi Elektronik.
12. Tanda Tangan Elektronik adalah
tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang dilekatkan,
terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan
sebagai alat verifikasi dan autentikasi.
13. Penanda Tangan adalah
subjek hukum yang terasosiasikan atau terkait dengan Tanda Tangan Elektronik.
14. Komputer adalah alat
untuk memproses data elektronik, magnetik, optik, atau sistem yang melaksanakan
fungsi logika, aritmatika, dan penyimpanan.
15. Akses adalah
kegiatan melakukan interaksi dengan Sistem Elektronik yang berdiri sendiri atau
dalam jaringan.
16. Kode Akses adalah angka,
huruf, simbol, karakter lainnya atau kombinasi di antaranya, yang merupakan
kunci untuk dapat mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik lainnya.
17. Kontrak Elektronik
adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui Sistem Elektronik.
18. Pengirim adalah subjek
hukum yang mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
19. Penerima adalah subjek
hukum yang menerima Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dari
Pengirim.
20. Nama Domain adalah alamat
internet penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat, yang
dapat digunakan dalam berkomunikasi melalui internet, yang berupa kode atau
susunan karakter yang bersifat unik untuk menunjukkan lokasi tertentu dalam
internet.
21. Orang adalah orang
perseorangan, baik warga negara Indonesia, warga negara asing, maupun badan
hukum.
22. Badan Usaha adalah
perusahaan perseorangan atau perusahaan persekutuan, baik yang berbadan hukum
maupun yang tidak berbadan hukum.
23. Pemerintah adalah Menteri atau pejabat lainnya yang ditunjuk oleh
Presiden.
Untuk siapakah undang-undang
ini berlaku ?? Dalam Pasal 2 mengungkapkan Undang- undang ini berlaku untuk setiap Orang yang melakukan
perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di
wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki
akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum
Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.
ASAS-ASAS
Di dalam UU No.11 tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik pada pasal 3 terdiri atas asas-asas sebagai
berikut :
a.
Asas Kepastian Hukum
Landasan
hukum bagi pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik serta segala
sesuatu yang mendukung penyelenggaraannya yang mendapat Pengakuan Hukum di
dalam dan diluar pengadilan
b.
Asas Manfaat
Asas
bagi pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik diupayakan untuk
mendukung proses informasi sehingga dapat meningkatkan kesejahtraan masyarakat
c. Asas
kehati-hatian
d. Asas iktikad baik, dan
e. Asas kebebasan
memilih teknologi atau netral teknologi.
Menilik
Pasal 4, pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik bisa dilaksanakan asal bertujuan untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa, mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat, meningkatkan efektivitas dan
efisiensi pelayanan publik, membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap
Orang untuk memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan
pemanfaatan Teknologi Informasi seoptimal mungkin dan bertanggung jawab.
Terakhir, memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan
penyelenggara Teknologi Informasi.
Sedangkan
dalam Pasal 5 mengatur bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
dan/atau hasil cetaknya merupakan :
Alat bukti hukum
yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini, kecuali
a. surat yang
menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan
b. surat beserta dokumennya
yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta
yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.
Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dianggap sah sepanjang informasi yang
tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan
dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan (
pasal 6 ), dan setiap Orang yang menyatakan hak, memperkuat hak yang
telah ada, atau menolak hak Orang lain berdasarkan adanya Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik harus memastikan bahwa Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang ada padanya berasal dari Sistem Elektronik yang
memenuhi syarat berdasarkan Peraturan Perundang-undangan ( pasal 7 )
Untuk waktu pengiriman dan penerimaan yang diatur pada
pasal 8 :
1. Kecuali diperjanjikan lain,
a. Waktu pengiriman suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
ditentukan pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik telah
dikirim dengan alamat yang benar oleh Pengirim ke suatu Sistem Elektronik yang
ditunjuk atau dipergunakan Penerima dan telah memasuki Sistem Elektronik yang
berada di luar kendali Pengirim.
b. Waktu penerimaan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
ditentukan pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki
Sistem Elektronik di bawah kendali Penerima yang berhak.
2. Dalam hal Penerima telah
menunjuk suatu Sistem Elektronik tertentu untuk menerima Informasi Elektronik,
penerimaan terjadi pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
memasuki Sistem Elektronik yang ditunjuk.
3. Dalam hal terdapat dua atau
lebih sistem informasi yang digunakan dalam pengiriman atau penerimaan
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik, maka:
a. waktu pengiriman adalah
ketika Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki sistem
informasi pertama yang berada di luar kendali Pengirim;
b. waktu penerimaan adalah
ketika Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki sistem
informasi terakhir yang berada di bawah kendali Penerima.
Sementara itu, bagi pelaku usaha yang
menawarkan produk melalui Sistem Elektronik ada pula payung hukumnya. Yakni, harus menyediakan informasi yang lengkap dan benar
berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan. Hal itu
diatur dalam Pasal 9.
Sertifikasi keandalan
dapat dilakukan oleh lembaga Sertifikasi Keandalan untuk setiap pelaku usaha
yang menyelenggarakan Transaksi Elektronik ( pasal 10 ) , sedangkan pengaturan
terkait tanda tangan elektronik dan pennyelenggara serftifikasi elektronik
diatur dalam pasal 11- 14 ) , yaitu :
1. Tanda Tangan Elektronik
memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a. data pembuatan Tanda Tangan Elektronik terkait hanya kepada Penanda
Tangan;
b. data pembuatan Tanda Tangan
Elektronik pada saat proses penandatanganan elektronik hanya berada dalam kuasa
Penanda Tangan;
c. segala perubahan terhadap
Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah waktu penandatanganan dapat
diketahui;
d. segala perubahan terhadap
Informasi Elektronik yang terkait dengan Tanda Tangan Elektronik tersebut
setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
e. terdapat cara tertentu yang
dipakai untuk mengidentifikasi siapa Penandatangannya; dan
f. terdapat cara tertentu untuk
menunjukkan bahwa Penanda Tangan telah memberikan persetujuan terhadap
Informasi Elektronik yang terkait.
2. Setiap Orang yang terlibat dalam Tanda Tangan
Elektronik berkewajiban memberikan pengamanan atas Tanda Tangan Elektronik yang
digunakannya sekurang-kurangnya meliputi:
a. sistem tidak dapat diakses oleh Orang lain yang tidak berhak;
b. Penanda Tangan harus
menerapkan prinsip kehati-hatian untuk menghindari penggunaan secara tidak sah
terhadap data terkait pembuatan Tanda Tangan Elektronik;
c. Penanda Tangan harus tanpa
menunda-nunda, menggunakan cara yang dianjurkan oleh penyelenggara Tanda Tangan
Elektronik ataupun cara lain yang layak dan sepatutnya harus segera
memberitahukan kepada seseorang yang oleh Penanda Tangan dianggap memercayai
Tanda Tangan Elektronik atau kepada pihak pendukung layanan Tanda Tangan
Elektronik jika:
c.1. Penanda Tangan mengetahui bahwa data
pembuatan Tanda Tangan Elektronik telah
dibobol; atau
c.2. Keadaan yang diketahui
oleh Penanda Tangan dapat menimbulkan risiko yang berarti, kemungkinan akibat
bobolnya data pembuatan Tanda Tangan Elektronik; dan dalam hal Sertifikat
Elektronik digunakan untuk mendukung Tanda Tangan Elektronik, Penanda Tangan
harus memastikan kebenaran dan keutuhan semua informasi yang terkait dengan
Sertifikat Elektronik tersebut.
3. Untuk pembuatan Tanda Tangan Elektronik,
setiap Orang berhak menggunakan jasa Penyelenggara Sertifikasi Elektronik yang
mana Penyelenggara Sertifikasi Elektronik harus memastikan keterkaitan suatu
Tanda Tangan Elektronik dengan pemiliknya.
4. Penyelenggara Sertifikasi
Elektronik terdiri atas:
a. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik
Indonesia; berbadan hukum Indonesia dan
berdomisili di Indonesia dan
b.
Penyelenggara Sertifikasi Elektronik asing, yang beroperasi di Indonesia harus
terdaftar di Indonesia.
5. Penyelenggara Sertifikasi
Elektronik harus menyediakan informasi yang akurat, jelas, dan pasti kepada setiap pengguna jasa, yang
meliputi:
a. metode yang digunakan untuk mengidentifikasi Penanda Tangan;
a. metode yang digunakan untuk mengidentifikasi Penanda Tangan;
b. hal yang dapat digunakan untuk mengetahui
data diri pembuat Tanda Tangan Elektronik; dan
c. hal yang dapat digunakan untuk
menunjukkan keberlakuan dan keamanan Tanda
Tangan Elektronik.
Untuk Pengaturan tentang
Penyelenggaraan Sistem Elektronik diatur pada pasal 15 – 16 , yaitu Setiap
Penyelenggara Sistem Elektronik harus menyelenggarakan Sistem Elektronik secara
andal dan aman serta bertanggung jawab terhadap beroperasinya Sistem Elektronik
sebagaimana mestinya dan bertanggung jawab terhadap Penyelenggaraan Sistem
Elektroniknya ( kecuali dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa,
kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik ).
Sepanjang tidak ditentukan
lain oleh undang-undang tersendiri, setiap Penyelenggara Sistem Elektronik
wajib mengoperasikan Sistem Elektronik yang memenuhi persyaratan minimum:
a. dapat menampilkan kembali
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik secara utuh sesuai dengan masa
retensi yang ditetapkan dengan Peraturan Perundang-undangan;
b. dapat melindungi
ketersediaan, keutuhan, keotentikan, kerahasiaan, dan keteraksesan Informasi
Elektronik dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut;
c. dapat beroperasi sesuai
dengan prosedur atau petunjuk dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut;
d. dilengkapi dengan prosedur
atau petunjuk yang diumumkan dengan bahasa, informasi, atau simbol yang dapat
dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan Penyelenggaraan Sistem Elektronik
tersebut; dan
e. memiliki mekanisme yang
berkelanjutan untuk menjaga kebaruan, kejelasan, dan kebertanggungjawaban prosedur
atau petunjuk.
Sedangkan pasal 17- 22 mengatur
tentang transaksi elektronik dan hal-hal yang terkait dengan transaksi
elektronik .
1. Penyelenggaraan Transaksi Elektronik dapat
dilakukan dalam lingkup publik ataupun privat, yang mana para pihak yang
melakukan Transaksi Elektronik wajib beriktikad baik dalam melakukan interaksi
dan/atau pertukaran Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik selama
transaksi berlangsung.
2. Transaksi Elektronik yang dituangkan ke
dalam Kontrak Elektronik mengikat para pihak, yang mana para tersebut memiliki
kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku bagi Transaksi Elektronik
internasional yang dibuatnya, tetapi jika para pihak tidak melakukan pilihan
hukum dalam Transaksi Elektronik internasional, hukum yang berlaku didasarkan
pada asas Hukum Perdata Internasional.
3. Para pihak memiliki kewenangan untuk
menetapkan forum pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa
alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari
Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya, tetapi jika para pihak tidak
melakukan pilihan forum maka penetapan kewenangan pengadilan, arbitrase, atau
lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani
sengketa yang mungkin timbul dari transaksi tersebut, didasarkan pada asas
Hukum Perdata Internasional.
4. Para pihak yang melakukan Transaksi
Elektronik harus menggunakan Sistem Elektronik yang disepakati, kecuali
ditentukan lain oleh para pihak, Transaksi Elektronik terjadi pada saat
penawaran transaksi yang dikirim Pengirim telah diterima dan disetujui
Penerima, dan persetujuan atas penawaran Transaksi Elektronik tersebut
dilakukan dengan pernyataan penerimaan secara elektronik.
5. Pengirim atau Penerima dapat melakukan
Transaksi Elektronik sendiri, melalui pihak yang dikuasakan olehnya, atau
melalui Agen Elektronik, dengan ketentuan ,
a. jika dilakukan sendiri, segala
akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi
Elektronik menjadi tanggung jawab para pihak yang bertransaksi;
b. jika dilakukan melalui
pemberian kuasa, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik
menjadi tanggung jawab pemberi kuasa; atau
c. jika dilakukan melalui Agen
Elektronik, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi
tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.
c1. Segala akibat hukum
menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik. Jika kerugian Transaksi
Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen Elektronik akibat tindakan pihak
ketiga secara langsung terhadap Sistem Elektronik,
c2. Segala
akibat hukum menjadi tanggung jawab pengguna jasa layanan.
Jika kerugian
Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen Elektronik akibat
kelalaian pihak pengguna jasa layanan,
- Ketentuan
terkait dengan tanggung jawab penyelenggara agen elektronik tidak
berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan,
dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik.
7. Penyelenggara
Agen Elektronik tertentu harus menyediakan fitur pada Agen Elektronik yang
dioperasikannya yang memungkinkan penggunanya melakukan perubahan informasi
yang masih dalam proses transaksi.
Tak hanya itu, penjelasan mengenai nama domain, hak
kekayaan intelektual, dan perlindungan hak pribadi sudah tercantum dalam UU
ini, tepatnya pasal 23. Pasal 23 ayat 1 membolehkan setiap
penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat untuk memiliki
Nama Domain berdasarkan prinsip pendaftar pertama. Namun, pemilikan dan
penggunaan Nama Domain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan pada
iktikad baik, tidak melanggar prinsip persaingan usaha secara sehat, dan tidak
melanggar hak Orang lain. Sehingga, setiap penyelenggara negara, Orang, Badan
Usaha, atau masyarakat yang dirugikan karena penggunaan Nama Domain secara
tanpa hak oleh Orang lain, berhak untuk mengajukan gugatan pembatalan Nama
Domain itu.
Pengelola Nama Domain adalah
Pemerintah dan/atau masyarakat , Pemerintah berhak mengambil alih sementara
pengelolaan Nama Domain yang diperselisihkan.
Dalam hal terjadi perselisihan pengelolaan Nama Domain oleh masyarakat.
Untuk Pengelola Nama Domain yang berada
di luar wilayah Indonesia dan Nama Domain yang diregistrasinya diakui
keberadaannya sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan.(
pasal 24 )
Untuk para pemilik situs internet, jangan kuatir mengenai Hak cipta. Sebab, Pasal
25 menyatakan bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
yang disusun menjadi karya intelektual, situs internet, dan karya intelektual
yang ada di dalamnya dilindungi sebagai Hak Kekayaan Intelektual berdasarkan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Dan juga penggunaan setiap informasi
melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan
atas persetujuan Orang yang bersangkutan, kecuali ditentukan lain oleh
Peraturan Perundang-undangan . Setiap Orang yang dilanggar haknya dapat
mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan Undang-Undang
ini. (
pasal 26 )
Dalam hal penyelesaian
sengketa , diatur di dalam pasal 38-39 , yaitu siapapun atau
setiap Orang dan atau masyarakat dapat mengajukan gugatan secara perwakilan dapat
mengajukan gugatan terhadap pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik
dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang menimbulkan kerugian, , sesuai
dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Untuk Gugatan perdata
dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan, selain
penyelesaian gugatan perdata, para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui
arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Dalam pasal 40-41, diatur terkait peran
pemerintah dan masyarakat .
Pemerintah :
Pemerintah :
1. memfasilitasi pemanfaatan Teknologi
Informasi dan Transaksi Elektronik sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.
2. melindungi kepentingan umum dari segala
jenis gangguan sebagai akibat penyalahgunaan Informasi Elektronik dan Transaksi
Elektronik yang mengganggu ketertiban umum, sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.
3. menetapkan instansi atau institusi yang
memiliki data elektronik strategis yang wajib dilindungi(Instansi atau
institusi harus membuat Dokumen Elektronik dan rekam cadang elektroniknya serta
menghubungkannya ke pusat data tertentu untuk kepentingan pengamanan data dan
juga sesuai dengan keperluan perlindungan data yang dimilikinya.
Masyarakat :
Dapat berperan meningkatkan
pemanfaatan Teknologi Informasi melalui penggunaan dan Penyelenggaraan Sistem
Elektronik dan Transaksi Elektronik sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini,
dan dapat diselenggarakan melalui lembaga yang dibentuk oleh masyarakat yang
dapat memiliki fungsi konsultasi dan mediasi.
Penyidikan dan alat bukti
dalam undang-undang ite ini diatur dalam pasal 42-44
Penyidikan terhadap tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini, dilakukan dengan a.
memperhatikan perlindungan terhadap privasi, b. berdasarkan ketentuan dalam
Hukum Acara Pidana dan ketentuan dalam Undang-Undang ini, c. Memperhatikan
kerahasiaan, kelancaran layanan publik, integritas data, atau keutuhan data
sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan . Dan untuk melakukan
penggeledahan dan/atau penyitaan terhadap sistem elektronik yang terkait dengan
dugaan tindak pidana harus dilakukan atas izin ketua pengadilan negeri setempat
serta penyidik wajib menjaga terpeliharanya kepentingan pelayanan umum.
Penyidik : Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil
tertentu di lingkungan Pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di
bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diberi wewenang khusus
sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara
Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi
dan Transaksi Elektronik.
Wewenang penyidik ( pasal 43 ):
a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang
adanya tindak pidana berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini;
b. memanggil setiap Orang atau pihak lainnya untuk
didengar dan/atau diperiksa sebagai tersangka atau saksi sehubungan dengan
adanya dugaan tindak pidana di bidang terkait dengan ketentuan Undang-Undang
ini;
c. melakukan pemeriksaan atas
kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana berdasarkan
ketentuan Undang-Undang ini;
d. melakukan pemeriksaan terhadap Orang dan/atau Badan Usaha yang patut
diduga melakukan tindak pidana berdasarkan Undang-Undang ini;
e. melakukan pemeriksaan
terhadap alat dan/atau sarana yang berkaitan dengan kegiatan Teknologi
Informasi yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana berdasarkan Undang-Undang
ini;
f. melakukan penggeledahan
terhadap tempat tertentu yang diduga digunakan sebagai tempat untuk melakukan
tindak pidana berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini;
g. melakukan penyegelan dan
penyitaan terhadap alat dan atau sarana kegiatan Teknologi Informasi yang
diduga digunakan secara menyimpang dari ketentuan Peraturan Perundang-undangan;
h. meminta bantuan ahli yang
diperlukan dalam penyidikan terhadap tindak pidana berdasarkan Undang-Undang
ini; dan/atau
i. mengadakan penghentian
penyidikan tindak pidana berdasarkan Undang-Undang ini sesuai dengan ketentuan
hukum acara pidana yang berlaku.
j. dalam hal melakukan
penangkapan dan penahanan, penyidik melalui penuntut umum wajib meminta
penetapan ketua pengadilan negeri setempat dalam waktu satu kali dua puluh
empat jam.
k. penyidik Pegawai Negeri
Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkoordinasi dengan Penyidik Pejabat
Polisi Negara Republik Indonesia memberitahukan dimulainya penyidikan dan
menyampaikan hasilnya kepada penuntut umum.
l. dalam rangka mengungkap
tindak pidana Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik, penyidik dapat
berkerja sama dengan penyidik negara lain untuk berbagi informasi dan alat
bukti.
Alat bukti penyidikan,
penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan menurut ketentuan Undang-Undang
ini adalah sebagai berikut ( pasal 44 ) :
a. alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Perundang-undangan; dan
a. alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Perundang-undangan; dan
b. alat bukti lain berupa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1),
ayat (2), dan ayat (3).
Adapun perbuatan-perbuatan yang dilarang disertai dengan sanksinya diatur dalam pasal 27-52 .
- Perbuatan yang dilarang (cybercrime) dijelaskan pada
Bab VII (pasal 27-37):
- Pasal 27 (Asusila,
Perjudian, Penghinaan, Pemerasan)
- Pasal 28 (Berita Bohong
dan Menyesatkan, Berita Kebencian dan Permusuhan)
- Pasal
29 (Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti)
- Pasal
30 (Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking)
- Pasal 31 (Penyadapan,
Perubahan, Penghilangan Informasi)
- Pasal
32 (Pemindahan, Perusakan dan Membuka Informasi Rahasia)
- Pasal 33 (Virus?, Membuat
Sistem Tidak Bekerja (DOS?))
- Pasal 35 (Menjadikan
Seolah Dokumen Otentik(phising?))
Pasal 45
Ayat 1 , Dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Setiap Orang yang memenuhi
unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau
ayat (4) , yaitu Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak :
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang
melanggar kesusilaan, perjudian, penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, dan
pemerasan dan/atau pengancaman.
Ayat 2, Dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2), yaitu
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan
menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik dan
informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan
individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama,
ras, dan antargolongan (SARA).
Ayat 3, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Setiap Orang yang memenuhi
unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, yaitu Setiap Orang dengan
sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan
secara pribadi
Pasal 46
Ayat 1, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Setiap Orang yang memenuhi
unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1), yaitu Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang
lain dengan cara apa pun.
Ayat 2, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah).
Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2), yaitu Setiap
Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer
dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
Ayat 3, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
Setiap Orang yang memenuhi
unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3), yaitu Setiap Orang
dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau
Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui,
atau menjebol sistem pengamanan.
Pasal 47
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00
(delapan ratus juta rupiah).
Setiap Orang yang memenuhi
unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) atau ayat (2) ,
yaitu Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan
intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang
lain dan melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu
Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak
menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan,
penghilangan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang sedang ditransmisikan.
Pasal 48
Ayat 1, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Setiap Orang yang memenuhi
unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1), yaitu Setiap
Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun
mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan,
memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik milik Orang lain atau milik publik.
Ayat 2, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Setiap Orang yang memenuhi
unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2), yaitu Setiap
Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun
memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
kepada Sistem Elektronik Orang lain yang tidak berhak.
Ayat 3, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah).
Setiap Orang yang memenuhi
unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) , yaitu Terhadap
perbuatan Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan
cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak,
menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik.yang mengakibatkan
terbukanya suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang bersifat
rahasia menjadi dapat diakses oleh publik dengan keutuhan data yang tidak
sebagaimana mestinya
Pasal 49
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah).
Setiap Orang
yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, yaitu Setiap
Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apa
pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan/atau mengakibatkan Sistem
Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.
Pasal 50
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah).
Setiap Orang yang memenuhi
unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) , yaitu Setiap
Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, menjual,
mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan, atau
memiliki:
a. perangkat keras atau
perangkat lunak Komputer yang dirancang atau secara khusus dikembangkan untuk
memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai
dengan Pasal 33;
b. sandi lewat Komputer, Kode
Akses, atau hal yang sejenis dengan itu yang ditujukan agar Sistem Elektronik
menjadi dapat diakses dengan tujuan memfasilitasi perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33.
Pasal 51
Ayat 1, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
Setiap
Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 , yaitu Setiap
Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi,
penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik.
Ayat 2, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
Setiap
Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 , yaitu Setiap Orang
dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian
bagi Orang lain.
Pasal 52
Ayat 1 , dikenakan pemberatan
sepertiga dari pidana pokok, dalam hal tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) menyangkut kesusilaan atau eksploitasi
seksual terhadap anak
Ayat 2 ,Dipidana
dengan pidana pokok ditambah sepertiga, dalam hal perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 37
ditujukan terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau yang digunakan
untuk layanan publik
Ayat 3,Diancam dengan
pidana maksimal ancaman pidana pokok masing-masing Pasal ditambah dua pertiga,
dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 37 ditujukan
terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau badan strategis termasuk
dan tidak terbatas pada lembaga pertahanan, bank sentral, perbankan, keuangan,
lembaga internasional, otoritas penerbangan
Ayat 4, Dipidana
dengan pidana pokok ditambah dua pertiga, dalam hal tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 37
dilakukan oleh korporasi.
Undang-undang Informasi
dan Transaksi Elektronik (UU ITE) mulai diberlakukan sejak April 2008 dan
diklaim sebagai terobosan bagi dunia hukum di Indonesia karena berisi
undang-undang yang mengatur beberapa hal di dunia maya.
Berikut ini, ada beberapa pasal yang mungkin harus
Anda cermati dan perhatikan supaya terhindar dari jerat UU ITE. Juga supaya
Anda aman saat berselancar, menulis, posting atau melakukan hal-hal tertentu di
dunia maya.
Terdapat sekitar 11 pasal yang mengatur tentang
perbuatan-perbuatan yang dilarang dalam UU ITE, yang mencakup hampir 22 jenis
perbuatan yang dilarang. Dari 11 Pasal tersebut ada 3 pasal yang dicurigai akan
membahayakan blogger atau peselancar internet tanpa disadari.
Pasal 27 ayat (1)
"Pasal Pornografi (CYBERPORN)"
”Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang
melanggar kesusilaan.”
pasal 27 ayat (2) "Pasal Perjudian di Internet
(Gambling on line)"
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau
membuat dapat diaksesnya informasi elektronik
dan/atau
dokumen elektronik yang memiliki muatan perjudian”.
Pasal 27 ayat (3) "Pasal Penghinaan atau
Pencemaran Nama Baik"
”Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan
penghinaan dan/atau pencemaran nama baik."
Pasal 27 ayat (4) "Pasal Pemerasan atau
Pengancaman"
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau
membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik
dan/atau
Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan
Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman”.
Pasal 28 Ayat (1) "Penyebaran Berita Bohong dan
Penghasutan"
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak
menyebarkan
berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan
kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.”
Pasal 28 ayat (2) "Profokasi"
“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau
permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas
suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).”
Atas pelanggaran pasal-pasal tersebut, UU ITE
memberikan sanksi yang cukup berat sebagaimana di atur dalam Pasal 45 ayat (1)
dan (2).
Pasal 45 ayat (1)
“Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)."
Pasal 45 ayat (2)
“Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).”
CYBER LAW NEGARA MALAYSIA : Digital Signature Act
1997 merupakan Cyberlaw pertama yang disahkan oleh parlemen Malaysia. Tujuan
Cyberlaw ini, adalah untuk memungkinkan perusahaan dan konsumen untuk
menggunakan tanda tangan elektronik (bukan tanda tangan tulisan tangan) dalam
hukum dan transaksi bisnis. Para Cyberlaw berikutnya yang akan berlaku adalah
Telemedicine Act 1997. Cyberlaw ini praktisi medis untuk memberdayakan
memberikan pelayanan medis / konsultasi dari lokasi jauh melalui menggunakan
fasilitas komunikasi elektronik seperti konferensi video.
CYBER LAW NEGARA SINGAPORE : The Electronic
Transactions Act telah ada sejak 10 Juli 1998 untuk menciptakan kerangka yang
sah tentang undang-undang untuk transaksi perdagangan elektronik di Singapore.
ETA dibuat dengan tujuan :
• Memudahkan
komunikasi elektronik atas pertolongan arsip elektronik yang dapat dipercaya;
• Memudahkan perdagangan elektronik, yaitu
menghapuskan penghalang perdagangan elektronik yang tidak sah atas penulisan dan
persyaratan tandatangan, dan untuk mempromosikan pengembangan dari undang-undang dan
infrastruktur bisnis diperlukan untuk menerapkan menjamin / mengamankan perdagangan elektronik;
• Memudahkan
penyimpanan secara elektronik tentang dokumen pemerintah dan perusahaan
•
Meminimalkan timbulnya arsip alektronik yang sama (double), perubahan yang
tidak disengaja dan disengaja tentang
arsip, dan penipuan dalam perdagangan elektronik, dll;
• Membantu menuju keseragaman aturan, peraturan dan
mengenai pengesahan dan integritas dari arsip elektronik; dan
•
Mempromosikan kepercayaan, integritas dan keandalan dari arsip elektronik dan
perdagangan elektronik, dan untuk
membantu perkembangan dan pengembangan dari perdagangan elektronik melalui penggunaan tandatangan yang
elektronik untuk menjamin keaslian dan integritas surat menyurat yang menggunakan media elektronik.
Didalam ETA mencakup :
• Kontrak
Elektronik Kontrak elektronik ini
didasarkan pada hukum dagang online yang dilakukan secara wajar dan cepat serta untuk memastikan bahwa kontrak
elektronik memiliki kepastian hukum.
• Kewajiban Penyedia Jasa Jaringan Mengatur mengenai potensi / kesempatan yang
dimiliki oleh network service provider untuk melakukan hal-hal yang tidak diinginkan,
seperti mengambil, membawa, menghancurkan material atau informasi pihak ketiga
yang menggunakan jasa jaringan tersebut.
• Tandatangan dan Arsip elektronik Hukum memerlukan
arsip/bukti arsip elektronik untuk menangani kasus-kasus elektronik, karena itu
tandatangan dan arsip elektronik tersebut harus sah menurut hukum. Di Singapore
masalah tentang privasi,cyber crime,spam,muatan online,copyright,kontrak
elektronik sudah ditetapkan.Sedangkan perlindungan konsumen dan penggunaan nama
domain belum ada rancangannya tetapi online dispute resolution sudah terdapat
rancangannya.
CYBER LAW NEGARA VIETNAM : Cyber crime,penggunaan
nama domain dan kontrak elektronik di Vietnam suudah ditetapkan oleh pemerintah
Vietnam sedangkan untuk masalah perlindungan konsumen privasi,spam,muatan
online,digital copyright dan online dispute resolution belum mendapat perhatian
dari pemerintah sehingga belum ada rancangannya. Dinegara seperti Vietnam hukum
ini masih sangat rendah keberadaannya,hal ini dapat dilihat dari hanya sedikit
hukum-hukum yang mengatur masalah cyber,padahal masalah seperti
spam,perlindungan konsumen,privasi,muatan online,digital copyright dan ODR
sangat penting keberadaannya bagi masyarakat yang mungkin merasa dirugikan.
CYBER LAW NEGARA THAILAND : Cybercrime dan kontrak
elektronik di Negara Thailand sudah ditetapkan oleh pemerintahnya,walaupun yang
sudah ditetapkannya hanya 2 tetapi yang lainnya seperti privasi,spam,digital
copyright dan ODR sudah dalalm tahap rancangan. Cyberlaw di Amerika Serikat Di
Amerika, Cyber Law yang mengatur transaksi elektronik dikenal dengan Uniform
Electronic Transaction Act (UETA). UETA adalah salah satu dari beberapa
Peraturan Perundang-undangan Amerika Serikat yang diusulkan oleh National
Conference of Commissioners on Uniform State Laws (NCCUSL). Sejak itu 47 negara
bagian, Kolombia, Puerto Rico, dan Pulau Virgin US telah mengadopsinya ke dalam
hukum mereka sendiri. Tujuan menyeluruhnya adalah untuk membawa ke jalur hukum
negara bagian yag berbeda atas bidang-bidang seperti retensi dokumen kertas,
dan keabsahan tanda tangan elektronik sehingga mendukung keabsahan kontrak
elektronik sebagai media perjanjian yang layak. UETA 1999 membahas diantaranya
mengenai :
Pasal 5 : Mengatur penggunaan dokumen elektronik dan
tanda tangan elektronik
Pasal 7 :
Memberikan pengakuan legal untuk dokumen elektronik, tanda tangan elektronik,
dan kontrak elektronik.
Pasal 8 : Mengatur informasi dan dokumen yang
disajikan untuk semua pihak.
Pasal 9 : Membahas atribusi dan pengaruh dokumen
elektronik dan tanda tangan elektronik. Pasal 10 : Menentukan kondisi-kondisi
jika perubahan atau kesalahan dalam dokumen elektronik terjadi dalam transmisi
data antara pihak yang bertransaksi.
Pasal 11 : Memungkinkan notaris publik dan pejabat
lainnya yang berwenang untuk bertindak secara elektronik, secara efektif
menghilangkan persyaratan cap/segel.
Pasal 12 : Menyatakan bahwa kebutuhan “retensi
dokumen” dipenuhi dengan mempertahankan dokumen elektronik.
Pasal 13 :
“Dalam penindakan, bukti dari dokumen atau tanda tangan tidak dapat
dikecualikan hanya karena dalam bentuk elektronik”
Pasal 14 :
Mengatur mengenai transaksi otomatis.
Pasal 15 : Mendefinisikan waktu dan tempat
pengiriman dan penerimaan dokumen elektronik. Pasal 16 : Mengatur mengenai
dokumen yang dipindahtangankan. Undang-Undang Lainnya :
• Electronic
Signatures in Global and National Commerce Act
• Uniform Computer Information Transaction Act
• Government Paperwork Elimination Act
• Electronic
Communication Privacy Act
• Privacy
Protection Act
• Fair Credit
Reporting Act
• Right to Financial Privacy Act
• Computer Fraud and Abuse Act
• Anti-cyber squatting consumer protection Act
• Child online protection Act
• Children’s online privacy protection Act
• Economic espionage Act
• “No Electronic Theft” Act Undang-Undang Khusus :
• Computer Fraud and Abuse Act (CFAA)
• Credit Card Fraud Act
• Electronic
Communication Privacy Act (ECPA)
• Digital Perfomance Right in Sound Recording Act
• Ellectronic Fund Transfer Act
• Uniform Commercial Code Governance of Electronic
Funds Transfer
• Federal Cable Communication Policy
• Video Privacy Protection Act Undang-Undang Sisipan
:
• Arms Export Control Act
• Copyright
Act, 1909, 1976
• Code of Federal Regulations of Indecent Telephone
Message Services
• Privacy Act of 1974
• Statute of Frauds
• Federal
Trade Commision Act
• Uniform Deceptive Trade Practices Act
Kesimpulan Dalam hal ini Thailand masih lebih baik dari pada Negara Vietnam karena Negara Vietnam hanya mempunyai 3 cyberlaw sedangkan yang lainnya belum ada bahkan belum ada rancangannya. Kesimpulan dari 5 negara yang dibandingkan adalah Negara yang memiliki cyberlaw paling banyak untuk saat ini adalah Indonesia,tetapi yang memiliki cyberlaw yang terlengkap nantinya adalah Malaysia karena walaupun untuk saat ini baru ada 6 hukum tetapi yang lainnya sudah dalam tahap perencanaan sedangkan Indonesia yang lainnya belum ada tahap perencanaan.Untuk Thailand dan Vietnam,Vietnam masih lebih unggul dalam penanganan cyberlaw karena untuk saat ini saja terdapat 3 hukum yang sudah ditetapkan tetapi di Thailand saat ini baru terdapat 2 hukum yang ditetapkan tetapi untuk kedepannya Thailand memiliki 4 hukum yang saat ini sedang dirancang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar