Peraturan dan Regulasi (UU No.19 tentang Hak Cipta, UU No.36 tentang
Telekomunikasi & Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik)
-
Peraturan dan Regulasi
UU No.19 tentang Hak Cipta
Berdasarkan UU RI no 19 tahun 2002
Bab 1 mengenai Ketentuan Umum, pasal 1
Hak Cipta adalah hak eksk...
Senin, 25 April 2016
INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
Menimbang : a. bahwa
pembangunan nasional adalah suatu proses yang berkelanjutan yang harus
senantiasa tanggap terhadap berbagai dinamika yang terjadi di masyarakat;
b. bahwa
globalisasi informasi telah menempatkan Indonesia sebagai bagian dari
masyarakat informasi dunia sehingga mengharuskan dibentuknya pengaturan
mengenai pengelolaan informasi dan transaksi elektronik di tingkat nasional
sebagai jawaban atas perkembangan yang terjadi baik di tingkat regional maupun
internasional;
c. bahwa perkembangan teknologi informasi yang
demikian pesat telah menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam
berbagai bidang yang secara langsung telah mempengaruhi lahirnya bentuk-bentuk
perbuatan hukum baru;
d. bahwa kegiatan pemanfaatan teknologi informasi perlu
terus dikembangkan tanpa mengesampingkan persatuan dan kesatuan nasional dan penegakan
hukum secara adil, sehingga pelanggaran-pelanggaran yang berkaitan dengan
pemanfaatan teknologi informasi dapat dihindari melalui penerapan keseragaman
asas dan peraturan perundang-undangan;
e. bahwa pemanfaatan teknologi informasi khususnya pengelolaan
informasi dan transaksi elektronik mempunyai peranan penting dalam meningkatkan
perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka menghadapi globalisasi
sehingga perlu dilakukan langkah-langkah konkret untuk mengarahkan pemanfaatan
teknologi informasi agar benar-benar mendukung pertumbuhan perekonomian
nasional untuk mencapai kesejahteraan masyarakat;
f. bahwa pemerintah perlu memberikan dukungan terhadap
pengembangan teknologi informasi khususnya pengelolaan informasi dan transaksi
elektronik beserta infrastruktur hukum dan pengaturannya sehingga kegiatan
pemanfaatan teknologi informasi dapat dilakukan secara aman dengan menekan
akibat-akibat negatifnya serendah mungkin;
g. bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di
atas, perlu ditetapkan Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik.
Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG
INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
BAB I
KETENTUAN
UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1.
Teknologi
informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan,
memproses, mengumumkan, menganalisa, dan menyebarkan informasi.
2.
Komputer
adalah alat pemroses data elektronik, magnetik, optikal, atau sistem yang
melaksanakan fungsi logika, aritmatika, dan penyimpanan.
3.
Informasi elektronik adalah sekumpulan data
elektronik yang diantaranya meliputi teks, simbol, gambar, tanda-tanda,
isyarat, tulisan, suara, bunyi, dan bentuk-bentuk lainnya.
4.
Sistem elektronik adalah sistem untuk mengumpulkan, mempersiapkan, menyimpan, memproses,
mengumumkan, menganalisa, dan menyebarkan informasi elektronik.
5.
Tanda tangan elektronik adalah informasi elektronik
yang dilekatkan, memiliki hubungan langsung atau terasosiasi pada suatu
informasi elektronik lain yang ditujukan oleh pihak yang bersangkutan untuk
menunjukkan identitas dan status subyek hukum.
6.
Penandatangan adalah subyek hukum yang
terasosiasikan dengan tanda tangan elektronik.
7.
Lembaga
sertifikasi keandalan (trustmark)
adalah lembaga yang diberi kewenangan untuk melakukan audit dan mengeluarkan
sertifikat keandalan atas pelaku usaha dan produk berkaitan dengan kegiatan
perdagangan elektronik.
8.
Penyelenggara sertifikasi elektronik adalah subyek
hukum yang berfungsi sebagai pihak ketiga yang layak dipercaya, yang
menyelenggarakan pembuatan tanda tangan elektronik untuk penandatangan dan
memastikan identitas dan status subyek hukum penandatangan tersebut selama
keberlakuan tanda tangan elektronik.
9.
Transaksi elektronik adalah hubungan hukum yang
dilakukan melalui komputer,
jaringan komputer, atau media elektronik lainnya.
10. Agen
elektronik adalah sistem elektronik yang dibuat untuk melakukan suatu tindakan
terhadap suatu informasi elektronik tertentu secara otomatis yang
diselenggarakan oleh seseorang.
11. Akses adalah kegiatan melakukan interaksi dengan sistem
elektronik yang berdiri sendiri atau dalam jaringan.
12. Badan usaha adalah perusahaan perseorangan atau
perusahaan persekutuan baik yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum.
13. Dokumen elektronik adalah setiap informasi elektronik
yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk
analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya.
14.
Penerima adalah subyek hukum yang menerima suatu
informasi elektronik dari pengirim.
15. Pengirim adalah subyek hukum yang mengirimkan informasi
elektronik
16.
Jaringan sistem elektronik adalah terhubungnya dua
atau lebih sistem elektronik baik yang bersifat tertutup maupun yang bersifat
terbuka.
17. Kontrak elektronik adalah perjanjian yang dimuat dalam
dokumen elektronik atau media elektronik lainnya.
18. Nama domain adalah alamat internet dari seseorang,
perkumpulan, organisasi, atau badan usaha, yang dapat dilakukan untuk
berkomunikasi melalui internet, yang berupa kode atau susunan karakter yang
bersifat unik, menunjukkan lokasi tertentu dalam internet.
19. Kode akses adalah angka, huruf, simbol lainnya atau
kombinasi diantaranya yang merupakan kunci untuk dapat mengakses komputer,
jaringan komputer, internet, atau media elektronik lainnya
20.
Penyelenggaraan
sistem elektronik adalah pemanfaatan sistem elektronik oleh Pemerintah dan atau
swasta.
BAB II
ASAS
DAN TUJUAN
Pasal 2
Pemanfaatan
teknologi informasi dan transaksi
elektronik dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum, manfaat, hati-hati,
itikad baik, dan netral teknologi.
Pasal 3
Pemanfaatan teknologi
informasi dan transaksi elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk :
a. mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari
masyarakat informasi dunia;
b. mengembangan perdagangan dan perekonomian nasional dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi nasional;
c. efektifitas dan efisiensi pelayanan publik dengan
memanfaatkan secara optimal teknologi informasi untuk tercapainya keadilan dan
kepastian hukum;
d. memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap orang
untuk mengembangkan pemikiran dan kemampuannya di bidang teknologi informasi
secara bertanggung jawab dalam rangka menghadapi perkembangan teknologi
informasi dunia;
BAB III
INFORMASI
ELEKTRONIK
Pasal 4
(1) Informasi elektronik memiliki
kekuatan hukum sebagai alat bukti yang sah.
(2) Bentuk tertulis (print out) dari
informasi elektronik merupakan alat bukti dan memiliki akibat hukum yang sah.
(3) Informasi
elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan sistem elektronik yang dapat
dipertanggungjawabkan sesuai dengan perkembangan teknologi informasi.
(4) Ketentuan mengenai
informasi elektronik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3) tidak
berlaku untuk :
a. pembuatan dan pelaksanaan surat wasiat;
b. pembuatan dan pelaksanaan surat-surat
terjadinya perkawinan dan putusnya
perkawinan
c. surat-surat berharga yang menurut
undang-undang harus dibuat dalam bentuk tertulis;
d. perjanjian yang
berkaitan dengan transaksi barang tidak bergerak;
e. dokumen-dokumen
yang berkaitan dengan hak kepemilikan; dan
f. dokumen-dokumen lain yang menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku mengharuskan adanya pengesahan notaris atau
pejabat yang berwenang.
Pasal 5
Pemanfaatan teknologi informasi dan sistem elektronik
dilindungi berdasarkan undang-undang ini.
Pasal 6
Terhadap semua ketentuan hukum yang mensyaratkan bahwa
suatu informasi harus berbentuk tertulis atau asli selain yang diatur dalam
Pasal 4 ayat (4), persyaratan tersebut
telah terpenuhi berdasarkan undang-undang ini jika informasi elektronik
tersebut dapat terjamin keutuhannya dan
dapat dipertanggungjawabkan, dapat diakses, dapat ditampilkan sehingga
menerangkan suatu keadaan.
Pasal 7
Setiap
orang yang menyatakan suatu hak, memperkuat hak yang telah ada, atau menolak
hak orang lain berdasarkan atas keberadaan suatu informasi elektronik harus
menunjukkan bahwa informasi elektronik tersebut terjamin keutuhannya, dapat
dipertanggungjawabkan, dapat diakses, dan dapat ditampilkan sehingga dapat
menerangkan suatu keadaan.
Pasal 8
Setiap orang yang akan menggunakan hak sebagaimana
dimaksud pada Pasal 7, harus memastikan bahwa informasi elektronik yang ada
padanya berasal dari sistem elektronik terpercaya.
Pasal 9
(1) Kecuali disepakati lain, waktu
pengiriman suatu informasi elektronik ditentukan saat :
a. informasi elektronik dialamatkan dengan benar
oleh pengirim ke suatu sistem elektronik yang ditunjuk atau dipergunakan
penerima;
b. Informasi elektronik telah memasuki sistem
elektronik yang berada di luar kendali pengirim;
(2) Kecuali disepakati lain, waktu
penerimaan suatu informasi elektronik ditentukan saat :
a. informasi elektronik memasuki sistem
elektronik di bawah kendali penerima yang berhak.
b. Apabila penerima telah menunjuk suatu sistem
elektronik tertentu untuk menerima informasi elektronik, penerimaan terjadi
pada saat informasi elektronik memasuki sistem elektronik yang ditunjuk;
Pasal 10
(1) Setiap orang berhak memperoleh
informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat-syarat kontrak,
produsen dan produk yang ditawarkan melalui media elektronik.
(2) Pemerintah
atau masyarakat dapat membentuk lembaga sertifikasi keandalan yang fungsinya
memberikan sertifikasi terhadap pelaku usaha dan produk yang ditawarkannya
secara elektronik.
(3) Ketentuan mengenai pembentukan lembaga sertifikasi keandalan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 11
Tanda tangan elektronik
memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama memenuhi ketentuan
dalam undang-undang ini.
Pasal 12
Teknik, metode, sarana, atau proses pembuatan tanda
tangan elektronik memiliki kedudukan hukum yang sah selama memenuhi persyaratan
yang ditetapkan dalam undang-undang ini.
Pasal 13
(1) Tanda tangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
11 wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Data pembuatan tanda tangan terkait hanya
kepada penanda tangan saja.
b. Data pembuatan tanda tangan elektronik pada
saat proses penandatanganan elektronik hanya berada dalam kuasa penandatangan;
c. Segala perubahan terhadap tanda tangan
elektronik yang terjadi setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
d. Segala perubahan terhadap informasi elektronik
yang terkait dengan tanda tangan elektronik tersebut setelah waktu
penandatanganan dapat diketahui;
e. Terdapat cara tertentu yang dipakai untuk
mengidentifikasi siapa penandatangannya;
f. Terdapat cara tertentu untuk menunjukkan
bahwa penandatangan telah memberikan persetujuan terhadap informasi elektronik
yang terkait
(2) Ketentuan mengenai tanda tangan elektronik
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah
Pasal 14
(1) Setiap orang yang terlibat dalam tanda tangan elektronik
berkewajiban memberikan pengamanan atas tanda tangan elektronik yang
digunakannya;
(2) Pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
berakibat tanda tangan elektronik dimaksud tidak dapat digunakan sebagai alat
bukti;
Pasal 15
(1) Setiap orang dapat menggunakan jasa
penyelenggara sertifikasi elektronik untuk tanda tangan elektronik yang
dibuatnya.
(2) Penyelenggara sertifikasi elektronik harus
memastikan keterkaitan suatu tanda tangan elektronik dengan pihak yang
bersangkutan.
Pasal 16
(1) Penyelenggara
sertifikasi elektronik sebagaimana dimaksud pada Pasal 15 wajib menyediakan
informasi yang sepatutnya kepada para pengguna jasanya yang meliputi :
a. Metode yang digunakan untuk mengidentifikasi
penandatangan;
b. Hal-hal yang dapat digunakan untuk mengetahui
data pembuatan tanda tangan elektronik;
c. Hal-hal yang dapat menunjukkan keberlakuan
dan keamanan tanda tangan elektronik;
(2) Ketentuan
lebih lanjut mengenai penyelenggara sertifikasi elektronik diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
BAB IV
PENYELENGGARAAN SISTEM ELEKTRONIK
Pasal 17
(1) Informasi dan
transaksi elektronik diselenggarakan oleh sistem elektronik yang terpercaya.
(2) Sistem
elektronik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terpercaya apabila sistem
tersebut andal, aman, dan beroperasi sebagaimana mestinya.
(3) Penyelenggara
sistem elektronik bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan sistem elektronik
yang diselenggarakannya.
(4) Ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak berlaku jika dapat dibuktikan
terdapat pihak tertentu yang melakukan tindakan sehingga sistem elektronik
dimaksud tidak beroperasi sebagaimana mestinya.
Pasal 18
(1) Sepanjang tidak ditentukan lain oleh undang-undang tersendiri,
setiap penyelenggara sistem elektronik harus mengoperasikan sistem elektronik
yang memenuhi persyaratan minimum sebagai berikut:
a. dapat menampilkan kembali informasi elektronik
yang berkaitan dengan penyelenggaraan sistem elektronik yang telah berlangsung;
b. dapat melindungi keotentikan, integritas,
kerahasiaan, ketersediaan, dan keteraksesan dari informasi elektronik dalam
penyelenggaraan sistem elektronik tersebut;
c. dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau
petunjuk dalam penyelenggaraan sistem elektronik tersebut;
d. dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan
bahasa, informasi, atau simbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan
dengan penyelenggaraan sistem elektronik tersebut; dan
e. memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan,
kejelasan, dan pertanggungjawaban prosedur atau petunjuk tersebut;
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan sistem elektronik
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB V
TRANSAKSI ELEKTRONIK
Pasal
19
(1) Penyelenggaraan transaksi elektronik bersifat terbuka,
baik dalam lingkup publik maupun privat.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 20
(1) Transaksi elektronik yang dituangkan dalam
kontrak elektronik mengikat para pihak.
(2) Para
pihak memiliki kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku bagi transaksi
elektronik internasional yang dibuatnya.
(3) Apabila
para pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam transaksi elektronik
internasional, hukum yang berlaku didasarkan pada asas-asas Hukum Perdata
Internasional.
(4) Para
pihak memiliki kewenangan untuk menetapkan forum pengadilan, arbitrase atau
lembaga penyelesaian sengketa alternatif yang berwenang menangani sengketa yang
mungkin timbul dari transaksi elektronik.
(5) Apabila
para pihak tidak melakukan pilihan forum sebagaimana dimaksud dalam ayat (4)
penetapan kewenangan pengadilan, arbitrase atau lembaga penyelesaian sengketa
alternatif yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari transaksi
tersebut, didasarkan pada asas-asas Hukum Perdata Internasional.
Pasal 21
(1) Para pihak yang akan melakukan transaksi elektronik harus
sepakat untuk menggunakan sistem elektronik tertentu
(2) Kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
dilakukan baik secara eksplisit maupun implisit (diam-diam)
Pasal 22
(1) Transaksi elektronik terjadi pada
saat penawaran transaksi yang dikirim pengirim telah diterima dan disetujui penerima.
(2) Transaksi elektronik yang
diselenggarakan pemerintah tunduk pada peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pasal 23
(1) Pengirim maupun penerima dapat melakukan
transaksi elektronik melalui pihak yang dikuasakan olehnya atau melalui agen
elektronik.
(2) Segala akibat hukum yang lahir dari
pengoperasiaan agen elektronik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menjadi
tanggung jawab pemberi kuasa.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
tidak berlaku jika dapat dibuktikan terdapat pihak tertentu yang melakukan
tindakan sehingga agen elektronik dimaksud tidak beroperasi sebagaimana
mestinya.
Pasal 24
Agen elektronik harus memberikan kesempatan dalam hal pihak yang
menggunakannya bermaksud akan melakukan perubahan terhadap informasi yang
hendak disampaikan melalui agen elektronik tersebut yang masih dalam proses transaksi.
Pasal 25
Kebiasaan dan praktek
perdagangan yang tidak bertentangan dengan undang-undang ini dinyatakan tetap
berlaku.
BAB VI
NAMA DOMAIN,
HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
DAN
PERLINDUNGAN HAK PRIBADI (PRIVASI)
Pasal 26
(1) Setiap
orang berhak memiliki nama domain berdasarkan prinsip pendaftar pertama.
(2) Pemilikan dan penggunaan nama
domain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib didasarkan pada itikad baik,
tidak melanggar prinsip persaingan usaha secara sehat, dan tidak melanggar hak
orang lain.
(3) Setiap orang yang dirugikan
karena penggunaan nama domain secara tanpa hak oleh orang lain berhak
mengajukan gugatan ganti rugi.
(4) Pengelola pendaftaran nama
domain dapat dibentuk baik oleh masyarakat maupun Pemerintah.
(5) Pengelola
pendaftaran nama domain yang berada diluar wilayah Indonesia diakui
keberadaannya berdasarkan undang-undang ini.
(6) Ketentuan
lebih lanjut mengenai pengelolaan nama domain sebagaimana dimaksud dalam ayat
(4) dan ayat (5) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 27
(1)
Informasi elektronik yang disusun menjadi karya
intelektual dilindungi sebagai Hak Kekayaan Intelektual.
(2)
Desain situs
internet dan karya-karya intelektual yang ada di dalamnya dilindungi sebagai
Hak Kekayaan Intelektual.
Pasal 28
(1) Penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang
menyangkut data tentang hak pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan
pemilik data tersebut.
(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) adalah penggunaan informasi yang bersifat umum dan tidak bersifat
rahasia melalui media elektronik.
BAB VII
PEMANFAATAN
TEKNOLOGI INFORMASI
DAN
PERLINDUNGAN SISTEM ELEKTRONIK
Pasal 29
Setiap orang
dilarang dengan sengaja dan melawan hukum :
(1)
Menggunakan
dan atau mengakses komputer dan atau sistem elektronik dengan cara apapun atau
melampaui batas wewenangnya, dengan maksud untuk memperoleh atau mengubah
informasi dalam komputer dan atau sistem elektronik.
(2)
menggunakan
dan atau mengakses komputer dan atau sistem elektronik dengan melampaui batas
wewenangnya, dengan maksud memperoleh informasi milik pemerintah yang karena
statusnya harus dirahasiakan atau dilindungi.
(3)
menggunakan
dan atau mengakses komputer dan atau sistem elektronik dengan melampaui batas
wewenangnya, dengan maksud memperoleh informasi pertahanan nasional atau
hubungan internasional yang dapat menyebabkan gangguan atau bahaya terhadap
Negara dan atau hubungan dengan subyek Hukum Internasional.
Pasal 30
Setiap orang dilarang dengan
sengaja dan melawan hukum melakukan tindakan yang secara tanpa hak yang
menyebabkan transmisi dari program, informasi, kode atau perintah, komputer dan atau sistem elektronik yang dilindungi Negara menjadi rusak.
Pasal 31
Setiap orang dilarang dengan
sengaja dan melawan hukum menggunakan dan atau mengakses komputer dan atau sistem elektronik secara tanpa hak atau melampaui wewenangnya, baik dari dalam maupun luar
negeri untuk memperoleh informasi
dari komputer dan atau sistem elektronik yang dilindungi oleh negara.
Pasal 32
Setiap orang dilarang dengan sengaja dan melawan hukum :
(1) menggunakan dan atau mengakses
komputer dan atau sistem
elektronik milik pemerintah yang dilindungi
secara tanpa hak;
(2) menggunakan dan
atau mengakses tanpa hak atau melampaui wewenangnya komputer dan atau sistem elektronik yang dilindungi oleh negara, yang mengakibatkan komputer dan atau
sistem elektronik tersebut menjadi rusak.
(3) menggunakan dan
atau mengakses tanpa hak atau melampaui wewenangnya komputer dan atau sistem elektronik yang dilindungi oleh masyarakat, yang mengakibatkan komputer dan
atau sistem elektronik tersebut menjadi
rusak.
(4) mempengaruhi
atau mengakibatkan terganggunya komputer dan atau sistem elektronik yang
digunakan oleh pemerintah.
Pasal 33
Setiap orang dilarang dengan sengaja dan
melawan hukum :
(1)
menggunakan
dan atau mengakses komputer dan atau sistem elektronik secara tanpa hak atau
melampaui wewenangnya dengan maksud memperoleh keuntungan atau memperoleh
informasi keuangan dari lembaga perbankan atau lembaga keuangan, penerbit kartu
kredit, atau kartu pembayaran atau yang mengandung data laporan nasabahnya.
(2)
Menggunakan
dan atau mengakses dengan cara apapun kartu kredit atau kartu pembayaran milik
orang lain secara tanpa hak dalam transaksi elektronik untuk memperoleh
keuntungan
Pasal 34
Setiap orang dilarang dengan
sengaja dan melawan hukum menggunakan dan atau mengakses komputer dan atau sistem elektronik lembaga keuangan dan atau
perbankan yang dilindungi secara tanpa hak
atau melampaui wewenangnya, dengan maksud menyalahgunakan, dan atau untuk
mendapatkan keuntungan daripadanya.
Pasal 35
Setiap orang dilarang dengan
sengaja dan melawan hukum :
(1) menyebarkan, memperdagangkan, dan
atau memanfaatkan kode akses (password) atau
informasi yang serupa dengan hal tersebut, yang dapat digunakan menerobos
komputer dan atau sistem
elektronik dengan tujuan menyalahgunakan
yang akibatnya dapat mempengaruhi sistem elektronik keuangan dan atau
perbankan, serta perniagaan di dalam dan luar negeri.
(2) Menyebarkan, memperdagangkan, dan
atau memanfaatkan kode akses (password) atau
informasi yang serupa dengan hal tersebut, yang dapat digunakan menerobos
komputer dan atau sistem
elektronik dengan tujuan untuk
menyalahgunakan komputer dan atau sistem elektronik yang digunakan atau dilindungi oleh pemerintah.
Pasal 36
Setiap orang dilarang dengan sengaja dan melawan hukum
melakukan perbuatan dalam rangka hubungan internasional dengan maksud merusak
komputer atau sistem elektronik lainnya yang dilindungi negara dan berada di
wilayah yurisdiksi Indonesia dan ditujukan kepada siapa pun.
BAB VIII
PENYELESAIAN
SENGKETA
Bagian
Pertama
Gugatan
Perwakilan
Pasal 37
Masyarakat dapat melakukan
gugatan secara perwakilan terhadap pihak yang menggunakan teknologi informasi
untuk hal-hal yang akibatnya dapat merugikan masyarakat.
Bagian Kedua
Gugatan Perdata atas Pelanggaran yang Terkait dengan
Pemanfaatan
Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik
Pasal 38
(1) Setiap orang atau badan usaha baik yang berbentuk badan
hukum maupun bukan badan hukum dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain
yang secara tanpa hak memanfaatkan teknologi informasi yang mengakibatkan
kerugian bagi yang bersangkutan.
(2) Gugatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan
kepada Pengadilan Niaga.
(3) Gugatan yang diajukan kepada Pengadilan Niaga terbatas
pada perkara yang bersifat komersial dan salah satu pihak atau lebih merupakan
pelaku usaha.
(4) Gugatan selain sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
diajukan melalui Pengadilan Negeri.
Bagian Ketiga
Tata Cara
Gugatan Perdata
atas
Pelanggaran Pemanfaatan Teknologi Informasi
melalui Pengadilan
Niaga
Pasal 39
(1) Gugatan terhadap adanya pemanfaatan teknologi informasi
secara tanpa hak diajukan kepada Pengadilan Niaga dalam wilayah hukum tempat
tinggal tergugat.
(2) Dalam hal tempat tinggal tergugat tidak diketahui maka
berlaku pengecualian terhadap pengajuan gugatan sebagaimana diatur dalam Hukum
Acara Perdata.
(3) Dalam hal pihak tergugat bertempat tinggal di luar
wilayah negara Republik Indonesia maka pemanggilannya dilakukan dengan
perantaraan perwakilan negara Republik Indonesia di negara tempat tinggal
tergugat.
(4) Dalam hal pihak tergugat bertempat tinggal di luar
wilayah negara Republik Indonesia gugatan tersebut diajukan kepada Ketua
Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
(5) Panitera mendaftarkan gugatan tersebut pada tanggal
gugatan yang bersangkutan diajukan dan kepada penggugat diberikan tanda terima
tertulis yang ditandatangani Panitera dengan tanggal yang sama seperti tanggal
pendaftaran gugatan.
(6) Panitera menyampaikan gugatan tersebut kepada Ketua
Pengadilan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) hari terhitung sejak gugatan
didaftarkan.
(7) Pengadilan Niaga mempelajari gugatan dan menetapkan hari
sidang terhitung paling lama 3 (tiga) hari sejak tanggal gugatan tersebut
didaftarkan.
(8) Sidang pemeriksaan atas gugatan tersebut diselenggarakan
dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari setelah gugatan
didaftarkan.
(9) Juru Sita memanggil para pihak paling lama 7 (tujuh) hari
setelah gugatan didaftarkan.
(10) Putusan atas gugatan tersebut harus diucapkan paling lama
90 (sembilan puluh) hari setelah gugatan didaftarkan dan dapat diperpanjang
paling lama 30 (tiga puluh) hari dengan persetujuan Mahkamah Agung.
(11) Setiap putusan atas gugatan harus memuat secara lengkap
pertimbangan hukum yang mendasaari putusan tersebut dan harus diucapkan dalam
sidang terbuka untuk umum serta dapat dijalankan terlebih dahulu meskipun
terhadap putusan tersebut diajukan upaya hukum.
(12) Isi putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud dalam
ayat (11) wajib disampaikan oleh juru sita kepada para pihak paling lama 14
(empat belas) hari setelah putusan tersebut diucapkan.
Bagian
Keempat
Upaya Hukum
terhadap Putusan
Pasal 40
(1) Terhadap putusan Pengadilan Niaga hanya dapat diajukan
upaya hukum kasasi kepada Mahkamah Agung.
(2) Terhadap putusan Pengadilan Niaga yang telah berkekuatan
hukum tetap dapat diajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung.
(3) Permohonan peninjauan kembali dapat diajukan apabila :
a. Terdapat bukti baru yang penting yang apabila diketahui
pada tahap persidangan sebelumnya akan menghasilkan putusan yang berbeda; atau
b. Pengadilan Niaga yang bersangkutan telah melakukan
kesalahan berat dalam penerapan hukum.
Pasal 41
(1) Pengajuan permohonan peninjauan kembali berdasarkan
alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) huruf a dilakukan dalam
jangka waktu 180 (seratus delapan puluh) hari terhitung sejak tanggal putusan
yang dimohonkan peninjauan kembali berkekuatan hukum tetap.
(2) Pengajuan permohonan peninjauan kembali berdasarkan
alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) huruf b dilakukan dalam
jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal putusan yang
dimohonkan peninjauan kembali berkekuatan hukum tetap.
(3) Permohonan peninjauan kembali disampaikan kepada panitera
Pengadilan Niaga.
(4) Panitera Pengadilan Niaga mendaftarkan permohonan
peninjauan kembali pada tanggal permohonan diajukan, dan kepada pemohon
diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani panitera dengan tanggal
yang sama seperti tanggal permohonan didaftarkan.
(5) Panitera menyampaikan permohonan peninjauan kembali
kepada Panitera Mahkamah Agung dalam jangka waktu 1 (satu) hari terhitung sejak
tanggal permohonan didaftarkan.
Bagian Kelima
Penyelesaian
Sengketa di Luar Pengadilan
Pasal 42
(1) Selain penyelesaian gugatan perdata sebagaimana dimaksud
dalam Bagian Pertama Bab ini para pihak dapat menyelesaikan sengketa yang
berkaitan dengan pemanfaatan teknologi informasi melalui arbitrase atau
penyelesaian sengketa alternatif.
(2) Sengketa perdata dapat diselesaikan oleh para pihak
melalui penyelesaian sengketa alternatif berdasarkan itikad baik dengan
mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan.
(3) Penyelesaian sengketa melalui penyelesaian sengketa
alternatif sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan dalam pertemuan
langsung oleh para pihak dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari.
(4) Hasil kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
dituangkan dalam suatu kesepakatan tertulis yang ditandatangani para pihak.
(5) Apabila penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
tidak terlaksana para pihak dapat menunjuk seorang atau lebih penasehat ahli.
(6) Apabila dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari
penasehat ahli tidak dapat menyelesaikan sengketa atau tidak berhasil
mempertemukan kedua belah pihak maka para pihak dapat menunjuk seorang
mediator.
(7) Mediator harus telah melaksanakan tugasnya dan memulai
upaya mediasi dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari setelah penunjukkan
mediator.
(8) Usaha penyelesaian sengketa melalui mediator sebagaimana
dimaksud dalam ayat (6) dan ayat (7) dilaksanakan dengan memegang teguh
kerahasiaan dan harus tercapai kesepakatan dalam bentuk tertulis dan
ditandatangani para pihak dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari.
(9) Kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (8) bersifat
final dan mengikat dan harus dilaksanakan dengan itikad baik serta didaftarkan
di Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak
penandatanganan dan kesepakatan tersebut wajib selesai dilaksanakan dalam waktu
paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak pendaftaran.
(10) Apabila usaha
penyelesaian sengketa alternatif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sampai
ayat (9) tidak tercapai para pihak berdasarkan kesepakatan tertulis dapat
mengajukan sengketanya melalui arbitrase.
BAB IX
PERAN
PEMERINTAH DAN MASYARAKAT
Pasal 43
(1)
Pemerintah berperan meningkatkan pemanfaatan teknologi
informasi melalui penetapan kebijakan, pengaturan, pengawasan dan pengendalian
serta dilakukan secara menyeluruh dan terpadu dengan memperhatikan pemikiran
dan pandangan yang berkembang dalam masyarakat serta perkembangan global.
(2) Masyarakat berperan
meningkatkan pemanfaatan teknologi informasi melalui penggunaan dan
penyelenggaraan informasi elektronik dan transaksi elektronik sesuai dengan
ketentuan undang-undang ini.
(3) Pemerintah dapat bertindak untuk kepentingan masyarakat
dalam hal masyarakat menderita kerugian akibat pemanfaatan teknologi informasi
yang mempengaruhi perikehidupan pokok masyarakat.
(4) Ketentuan mengenai peran
Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 44
(1) Peran serta masyarakat dapat diselenggarakan oleh lembaga
yang dibentuk oleh masyarakat.
(2) Lembaga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memiliki pula
fungsi koordinasi, konsultasi dan mediasi.
(3) Ketentuan mengenai pembentukan lembaga sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB X
YURISDIKSI
Pasal 45
Undang-undang ini berlaku di
seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan untuk setiap orang di
luar Indonesia yang melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam
undang-undang ini yang akibatnya dirasakan di Indonesia.
Pasal 46
Pengadilan di Indonesia
berwenang mengadili setiap tindak pidana di bidang teknologi informasi yang
dilakukan oleh setiap orang, baik di Indonesia maupun di luar Indonesia yang
akibatnya dirasakan di Indonesia.
BAB XI
PENYIDIKAN
Pasal 47
(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi
Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan
Departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang teknologi
informasi diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak
pidana di bidang informasi dan transaksi elektronik.
(2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berwenang:
a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang
adanya tindak pidana di bidang teknologi informasi;
b. memanggil orang untuk didengar dan atau diperiksa sebagai
tersangka atau saksi sehubungan dengan tindak pidana di bidang teknologi
informasi;
c. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau
keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang teknologi informasi;
d. melakukan pemeriksaan terhadap orang dan atau badan usaha
yang diduga melakukan tindak pidana di bidang teknologi informasi;
e. melakukan pemeriksaan alat dan atau sarana yang berkaitan
dengan kegiatan teknologi informasi yang diduga digunakan untuk melakukan
tindak pidana di bidang teknologi informasi;
f. melakukan penggeledahan terhadap tempat tertentu yang
diduga digunakan sebagai tempat untuk melakukan tindak pidana di bidang
teknologi informasi;
g. melakukan penyegelan dan penyitaan terhadap alat dan atau
sarana kegiatan teknologi informasi yang diduga digunakan secara menyimpang
dari ketentuan yang berlaku;
h. meminta bantuan ahli yang diperlukan dalam penyidikan
terhadap tindak pidana di bidang teknologi informasi;
i. mengadakan penghentian penyidikan tindak pidana di bidang
teknologi informasi.
(3) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) memberitahukan penyidikan yang sedang dilaporkannya dan melaporkan hasil
penyidikannya kepada Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
(4) Kewenangan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-undang Hukum Acara Pidana.
BAB XII
KETENTUAN
PIDANA
Pasal 48
Barang
siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1),
dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan atau denda
paling banyak Rp. 1.000.000.000.,- (satu milyar rupiah).
Pasal 49
Barang
siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, Pasal 28 ayat
(1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan atau denda
paling banyak Rp. 100.000.000.,- (seratus juta rupiah).
Pasal 50
(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 26 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)
bulan dan atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya
dapat dituntut atas pengaduan dari orang yang terkena tindak pidana.
Pasal 51
Barang
siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2), Pasal
29 ayat (3), Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32 ayat (1), Pasal 32 ayat (2), Pasal 32
ayat (3), Pasal 32 ayat (4), Pasal 35 ayat (2), atau Pasal 36, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan atau denda paling banyak Rp.
2.000.000.000.,- (dua milyar rupiah).
Pasal 52
Barang
siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1), Pasal
33 ayat (2), Pasal 34, atau Pasal 35 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan atau denda paling banyak Rp.
2.000.000.000.,- (dua milyar rupiah).
BAB XIII
KETENTUAN
PERALIHAN
Pasal 53
Pada saat berlakunya
undang-undang ini, semua peraturan perundang-undangan dan
kelembagaan-kelembagaan yang ada yang berhubungan dengan pemanfaatan teknologi
informasi yang tidak bertentangan dengan undang-undang ini dinyatakan tetap
berlaku dan diakui.
BAB XIV
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal 54
Undang-undang ini mulai
berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Langganan:
Postingan (Atom)